PEMUDA MUHAMMADIYAH KEBUMEN MEMBANGUN BANGSA DENGAN AKHLAK MULIA

Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baiklah badan itu seluruhnya. Dan apabila itu rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah, itu adalah hati (al-qalb)” [HR. Bukhari dan Muslim]

Rabu, 25 Juli 2012

PUASA MELATIH BUDAYA TERTIB BERLALULINTAS ?

Pembaca tentu langsung mengernyitkan dahi atau bahkan langsung bertanya heran pada judul artikel diatas, apa hubungannya? Dimana tali merah antara puasa dan budaya tertib berlalulintas? Untuk menjawab rasa penasaran tersebut atau bahkan mencari jawaban atas kesangsian logika dalam otak sadar kita, mari kita mulai dengan lebih sedikit menajamkan dan mengeksplorasi apa yang ada dan sedang terjadi di sekeliling kita.
Pembaca tentu sudah sering melihat di televisi, membaca di  koran atau bahkan mendengar di radio bagaimana kota Jakarta begitu pusing dengan masalah kemacetan lalulintasnya, atau begitu seringnya kita mengetahui betapa banyak terjadi kecelakaan lalulintas yang terjadi di jalan raya dan telah menelan korban jiwa yang tidak sedikit, atau bahkan pula kita sendiri yang malah pernah menjadi korbannya. Kita dapat menyaksikan  bagaimana begitu banyak kecelakan akibat pelanggaran dalam berlalulintas yang terjadi disekitar kita mulai pelanggaran kecil sampai pelanggaran yang tergolong dapat membahayakan pengendara lalulintas lainnya. Coba kita ingat, pernahkah kita melihat bagaimana pengendara menerobos lampu merah ketika dilihatnya tidak ada petugas yang menjaga ditempat itu? Atau malah jangan-jangan kita sendiri pernah melakukan hal tersebut? Atau pernahkah kita dikagetkan oleh remaja yang mengendarai motor dengan ngebut dan zig zag seenaknya tanpa perduli bahwa dia hampir mencelakai kita? Atau pernahkah kita melihat segerombolan remaja bermotor dengan knalpot yang memekakkan telinga berkonvoi seenaknya di jalanan?  Hal ini cukup menarik apabila kita memasukkan perilaku berlalulintas ini  menjadi sebuah gambaran atau cerminan atas budaya masyarakat kita. Ada sebuah ungkapan menyatakan bahwa apabila ingin melihat seberapa baiknya budaya ketaatan masyarakat terhadap hukum di suatu negara, cukuplah dengan melihat bagaimana masyarakat di suatu negara tersebut berperilaku di jalan raya. Kalau kita setuju pada ungkapan ini, betapa buruk gambaran budaya kita atau betapa rendahnya nilai ketaatan kita pada hukum yang berlaku di negeri ini. Bagaimana tidak, coba kita ambil beberapa contoh yang sering terjadi disekitar kita. Banyak remaja dengan bangga mempreteli kelengkapan kendaraan sepeda motornya, misalnya kaca spion, lampu sign, mengganti ukuran ban dengan ukuran tidak sesuai standar, mengganti knalpot dengan knalpot yang bersuara memekakkan telinga, dan masih banyak yang lainnya. Perilaku ini  tentunya menjadi hal yang membahayakan bukan sekedar kepada diri pengendara akan tetapi membahayakan pula pengendara lainnya karena akibat ketidaklengkapan “organ” kendaraan bermotornya menjadi penyebab kecelakaan lalulintas. Disamping itu, ketidak lengkapan kendaraan bermotor ini jelas melanggar peraturan berkendara secara benar. Belum lagi ditambah apabila pengendara bermotor tidak taat terhadap rambu-rambu lalulintas sehingga semakin tinggi potensi terjadinya kecelakaan di jalan raya.
Contoh diatas merupakan salah satu bentuk ketidaktaatan terhadap sebuah aturan yang dibuat demi keteraturan dan ketrentaman di jalan raya. Lalu, bagaimana korelasinya dengan konteks ibadah puasa? Untuk mendapatkan korelasinya kita bisa mencermati perintah puasa dalam surat Al Baqarah ayat 183 yang artinya:  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu BERTAKWA”. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kita untuk berpuasa agar menjadi orang yang bertakwa. Sedangkan kita tahu bahwa bentuk sebuah ketakwaan adalah mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala LaranganNya. Hal ini berarti pula bahwa puasa sesungguhnya melatih kita untuk menjadi orang yang mampu berdisiplin mentaati segala aturan dan batasan-batasan yang telah ditentukan oleh Allah SWT dalam kehidupan kita. Seseorang dikatakan telah sukses menjalankan ibadah puasanya adalah seseorang yang mampu menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasanya meskipun tidak seorangpun mengawasinya. Ini berarti pula seseorang yang sukses puasanya adalah seseorang yang mampu menerapkan hasil pelatihan berdisiplin di bulan Ramadhan untuk diterapkan dalam kehidupan kesehariannya diluar bulan ramadhan. Dalam hal berlalulintas, ketika seseorang telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk berdisiplin hasil gemblengan puasa ramadhan, tentu ketika di jalan raya dan berkendara dia akan mampu mentaati segala ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan dan juga memiliki kualitas toleransi dan empati kepada orang lain. Pengendara yang disiplin adalah pengendara yang selalu patuh terhadap aturan baik itu ketika ada petugas maupun tidak ada petugas, juga mampu mengukur seberapa perilaku berkendaranya agar tidak mengganggu serta menjadi masalah di jalan dan lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan bahwa sejatinya puasa mengajarkan untuk selalu jujur dan berdisiplin serta penuh empati meskipun tidak ada yang mengawasi karena hanya dia dan Allah lah yang tahu ibadah puasanya.
Jadi Jelaslah bagi kita bahwa korelasi atau benang merah yang menghubungkan antara Ibadah puasa dan berdisiplin berlalulintas adalah terletak pada kesadaran untuk mentaati perintah dan aturan yang telah ditetapkan. Dan hal ini merupakan bentuk manifestasi dari sebuah ketaatan beribadah yang berujung pada nilai ketakwaan. Seorang yang memiliki ketakwaan tinggi pastilah mampu pula menjadi seorang pengendara yang berdisiplin tinggi. Dan kita bisa mengatakan bahwa negara yang masyarakatnya memiliki ketakwaan tinggi kepada Allah pastilah memiliki budaya berlalulintas yang tinggi pula.
Selamat berkendara dengan berdisiplin tinggi ....

Kamis, 17 Maret 2011

Wirausahawan Pimpin Pemuda Muhammadiyah


( Suara Merdeka, 15 Maret 2011 )
Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kebumen, Minggu 13 Maret 2011 mengadakan Musyawarah Daerah yang ke-14 bertempat di SMP Muhammadiyah Karanganyar, dan berhasil memilih Agus Hasan Hidayat, S.Si sebagai ketua 2011 - 2015.
Sebelumnya, beberapa nama masuk jajaran formatur, antara lain, Agus Hasan Hidayat, S.Si; Miskun, S.Pd; Aris Susetyo; Heri Pramono; Muslim Fikri, SE; Imam Suhendro, Arif Budiman; Eko Purwanto, S.Pd; Firman Amri, S.Pd. Sesuai dengan Tatib Pemilihan, pemilihan ketua dilaksanakan dengan musyawarah mufakat.
Dengan melihat realitas suara terbanyak dan anggota tim formatur yang lain menyatakan tidak bersedia menjadi Ketua, maka dengan suara bulat menetapkan Agus Hasan Hidayat, S.Si sebagai Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kebumen periode 2011-2015.
"Dia kader dan merupakan wirausahawan muda yang potensial," jelas ketua panitia Musyda Aries Susetyo, kemarin.

Kualitas pemuda
Menurut Aris, penyelenggaraan Musda merupakan kebutuhan internal bagi Pemuda Muhammadiyah agar tetap memiliki makna strategis dengan dua dasar pertimbangan, pertama untuk proses penyegaran kepemimpinan, dan kedua untuk penyusunan program kerja yang lebih realistis bagi kepentingan kaum muda maupun untuk kepentingan masyarakat.
Musyda dibuka oleh Ketua Pimpinan Wilayah pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah Rahmat Suprapto MSi dan Ketua Pimpinan Muhammadiyah Kabupaten Kebumen HM Abduh Hisyam MSi.
Dalam amanatnya, Rahmat Suprapto mengharapkan agar program kerja dibuat realistis. Jangan membuat program kerja yang sulit diterjemahkan menjadi kenyataan dan hendaknya dilaksanakan dalam jangka waktu periode kepemimpinan secara terukur, berorientasi pada kualitas dan bermuara pada kemajuan pemuda ( B3-84 )

Rabu, 09 Maret 2011

gerak langkah menghidupkan ranting, cabang dan AUM


Muhammadiyah sebagai gerakan perubahan merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dibantah. Selama seratus tahun sejak berdirinya, Muhammadiyah telah memberikan kontribusi nyata dibidang sosial kemasyarakatan dan agama. Gerakan islam modernis yang dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan dari Yogyakarta telah banyak memberikan warna dalam perjalanan sejarah bangsa indonesia terutama dalam merobohkan tembok pembodohan dan keterbelakangan dalam dunia keagamaan dan pendidikan di masyarakat.

Kesuksesan Muhammadiyah ini tidak lepas dari kemampuan Muhammadiyah dalam menjalankan perannya sebagai gerakan tajdid dalam bidang pemikiran maupun gerakan amal sosial yang nyata di masyarakat. Dalam bidang pemikiran misalnya, Muhammadiyah telah menunjukkan perannya sebagai gerakan yang mampu melakukan perubahan terhadap faham-faham yang bersifat tahayul menjadi faham yang rasional dan tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Juga dalam peran sebagai gerakan yang tetap konsisten dalam merubah sikap taklid yang membabi buta sehingga muncul sikap pengkultusan terhadap individu yang bisa menyebabkan tertutupnya keran keterbukaan pemikiran dan tajdid. Dalam bidang keagamaan Muhammadiyah juga turut aktif dalam menegakkan pemahaman pelaksanaan ibadah yang banyak terjadi penyimpangan ( bid’ah ) sehingga kembali kepada pelaksanaan ibadah yang benar sesuai dengan sumbernya yakni Al Quran dan Sunnah. Dalam bidang pengentasan dari jurang kebodohan, peran Muhammadiyah sangatlah nyata dengan berbagai gerakan amal usaha yang bergerak dalam bidang pendidikan. Muhammadiyah telah berhasil menjadi pionir dalam memadukan konsep pendidikan agama dan teknologi secara bersama. Begitu pula dalam perannya dibidang kesehatan masyarakat, Muhammadiyah juga telah secara nyata mampu menyediaan layanan kesehatan bagi masyarakat yang diwujudkan dengan pendirian amal usaha dibidang kesehatan terutama rumah sakit yang telah menyebar di berbagai wilayah di indonesia.

Sedikit contoh diatas merupakan wujud peran serta nyata Muhammadiyah bagi umat manusia khususnya bagi masyarakat dan bangsa indonesia sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah yakni sebagai Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

Gerak dan langkah menghidupkan Ranting, Cabang dan Amal Usaha Muhammadiyah

Dalam perjalanannya, dinamika gerakan Muhammadiyah dalam menjalankan Amar ma’ruf nahi munkar tidaklah lepas dari tantangan dan problematikanya. Sebagai organisasi besar, tantangan dan permasalahan dalam menegakkan kebenaran ini merupakan suatu hal yang wajar dan pastilah ada karena sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT bahwa setiap orang baik sendiri maupun kelompok akan mendapatkan ujian tanpa terkecuali.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? ( Al Baqarah : 214 ).

Demikian pula dengan gerakan Muhammadiyah, dalam memasuki abad baru yang kedua, Muhammadiyah tidak akan lepas dari masalah dan tantangan yang harus dihadapi. Tugas anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan muhammadiyah ialah bagaimana menghadapi masalah dan tantangan yang menghadang di depan itu dengan mencari jalan keluar dan langkah yang terbaik disertai komitmen dan kegigihan yang tinggi sebagaimana uswah hasanah nabi dalam menghadapi masalah dan tantangan dalam perjuangan islam. Bukan menghindar, menjauh dan tunggang langgang dari masalah dan tantangan karena dirasa berat. ( DR. Haedar Nashir, 2010 )

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah gerak dan langkah yang harus dilakukan oleh segenap lapisan persyarikatan dalam menghidupkan organisasi Muhammadiyah baik di tingkat ranting, cabang maupun di setiap amal usaha muhammadiyah? Untuk merumuskan jawaban atau paling tidak mencari alternatif jawaban dari pertanyaan diatas perlu kita kaji dahulu apakah yang dimaksud dengan gerak dan langkah tersebut.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan beberapa arti kata dari gerak yakni : 1. peralihan tempat atau kedudukan, baik hanya sekali maupun berkali-kali: tiap-tiap -- tentu ada sebab; 2. dorongan (batin, perasaan, dsb): jangan selalu kauperturutkan -- hatimu; 3. denyut-denyut atau kedut-kedut (pd mata, bibir, dsb) yg dianggap sbg firasat atau gelagat: ia risau akan -- pd matanya;

Sedangkan arti kata langkah adalah : 1. gerakan kaki (ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan) waktu berjalan: dia masuk dng -- gontai; 2. jarak antara kedua kaki waktu melangkah ke muka (waktu berjalan): jalannya cepat dan -- nya panjang-panjang; 3. sikap; tindak-tanduk; perbuatan: kita harus mengambil -- tegas dl menghadapi masalah ini; 4. tahap; bagian: marilah kita telusuri -- demi -- cara berjualan jeruk;

Dari uraian arti kata dalam kamus besar bahasa indonesia diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa arti kata gerak dan langkah adalah “Dorongan batin yang disengaja dan dilanjutkan dengan sikap atau tindakan nyata secara bertahap dan maju”. Sehingga dengan pengertian diatas maka pertanyaan tentang bagaimana gerak dan langkah menghidupkan organisasi muhammadiyah baik ditingkat ranting, cabang maupun amal usaha muhammadiyah dapat kita rumuskan alternatif jawabannya.

Seperti telah disampaikan oleh DR. H Haedar Nashir diatas, bahwa masalah yang dihadapi oleh organisasi Muhammadiyah adalah merupakan tanjung jawab bagi anggota terutama kader dan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah. Untuk itu menjadi jelaslah pula bahwa salah satu kunci prioritas agar TERCIPTA GERAK DAN LANGKAH dalam rangka memajukan organisasi Muhammadiyah adalah dengan membangun dan menciptakan kader – kader terbaik sebagai sumber daya manusia yang sanggup menjadi pemegang tangung jawab atau amanah persyarikatan Muhammadiyah.

Apakah yang dimaksud dengan kader persyarikatan Muhammadiyah ?

Seringkali kita menjumpai kata Kader dalam kehidupan sehari-hari terutama yang sering berkecimpung di dunia organisasi, baik organisasi politik, kemasyarakatan maupun organisasi keagamaan. Sebelum kita membahas tentang kader persyarikatan Muhammadiyah, maka kita akan mencoba memahami dulu apa yang dimaksud dengan kader baik definisi maupun posisinya dalam sebuah organisasi.

Kader ( Perancis : cadre ) atau les cadres maksudnya adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih dalam lingkup lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah, maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas, berwawasan, militan, dan penuh semangat.

Dalam pengertian lain, kader ( latin : quadrum ), berarti empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan tulang punggung ( kerangka ) dari kelompok yang lebih besar dan terorganisasi secara permanen. Jadi, jelas bahwa orang – orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taat asas dan berinisiatif, yang dapat disebut kader. ( MPK PP Muhammadiyah, 2008 )

Dari definisi kata kader diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan apakah yang dimaksud dengan kader persyarikatan Muhammadiyah. Kader persyarikatan Muhammadiyah adalah orang – orang berkualitas yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taat pada aturan atau asas persyarikatan, berinisiatif, berwawasan, militan serta penuh semangat dalam mengemban tugas persyarikatan Muhammadiyah.

Profil, Fungsi, Posisi dan Tugas kader Muhammadiyah

Dibagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa kader berarti elite, yakni bagian yang terpilih dan terbaik karena terlatih. Berarti pula merupakan jantung organisasi. Kader juga berarti inti tetap dari suatu resimen. Daya juang resimen ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang merupakan tulang punggung, pusat semangat dari inti gerakan suatu organisasi. Karena itu hanya orang – orang yang bermutu itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berbagai medan perjuangan, yang taat dan berinisiatif, yang dapat disebut sebagai kader. Profil kader Muhammadiyah sebagai hasil proses perkaderan adalah anggota inti yang diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta misi di lingkungan persyarikatan, umat dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah. Oleh karena itu hakikat kader Muhammadiyah bersifat tunggal, dalam arti hanya ada satu profil kader Muhammadiyah. ( MPK PP Muhammadiyah, 2008 )

Sedangkan fungsi dan tugas kader Muhammadiyah adalah bersifat majemuk dan berdimensi luas, baik ke dalam maupun keluar, yakni sebagai kader persyarikatan, kader umat, dan kader bangsa. Fungsi dan tugas serta posisi kader dalam persyarikatan Muhammadiyah ini sangatlah penting karena kader dapat dikatakan sebagai inti pergerakan organisasi disamping sebagai syarat penting bagi berlangsungnya regenerasi kepemimpinan. Bagi sebuah organisasi regenerasi kepemimpinan yang sehat karena ditopang oleh keberadaan kader-kader yang qualified, selain akan menjadikan organisasi bergerak dinamis, juga formasi kepemimpinannya akan segar dan energik. Keberadaan kader bagi Muhammadiyah dengan segala kompetensinya, seolah memanifestasikan sosok ciptaan Allah yang terbaik ( khairul bariyyah, Q.S. Al Bayyinah/98:7 ), bagian dari umat yang terbaik ( khairu ummah, Q.S. Ali Imran/3:110 ), serta seakan seperti bunga yang kokoh dan menawan ( Q.S. Al Fath/48:9 ).

Dari uraian diatas pada akhirnya Tugas seorang kader persyarikatan Muhammadiyah adalah berkewajiban memelihara, melangsungkan dan menyempurnakan gerak dan langkah persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqomah, berkepribadian mulia ( shidiq, amanah, tabligh dan fatonah ) wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian tinggi dan amaliah yang unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar – benar menjadi rahmatan lil ‘alamin. ( Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, PP Muhammadiyah, 2000 )

Merumuskan gerak dan langkah menghidupkan ranting, cabang dan AUM Muhammadiyah

Menjadi kewajiban seluruh elemen persyarikatan Muhammadiyah terutama bagi kader dan pimpinan Muhammadiyah untuk senantiasa menjaga dan menghidupkan Persyarikatan Muhammadiyah di setiap tingkatan dalam rangka melaksanakan visi dan misi Muhammadiyah. Untuk itu sebagai tindakan konkrit dalam menghidupkan Persyarikatan, maka disetiap ranting, cabang maupu Amal Usaha Muhammadiyah perlu dirumuskan beberapa hal prioritas, yakni :

1. Kaderisasi,

Membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan serta peran dan ideologi gerakan Muhammadiyah dengan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan berorientasi ke masa depan. Keberadaan kader dan perkaderan tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi kelangsungan gerak dan perjuangan Muhammadiyah sekarang dan dimasa depan. Baik buruknya organisasi Muhammadiyah pada masa yang akan datang dapat dilihat dari baik-buruknya pendidikan kader yang sekarang dilakukan. Jika pendidikan kader Muhammadiyah sekarang ini baik, maka Muhammadiyah pada masa yang akan datang akan baik. Sebaliknya apabila jelek, maka Muhammadiyah pada masa yang akan datang juga jelek. ( Dr. H.A. mukti Ali, 1993 ). Kewajiban dan tanggung jawab moril untuk menaruh kepedulian terhadap kader dan perkaderan ini tidak berbeda dengan peringatan Allah bagi umat islam agar memperhatikan anak keturunan atau generasi selanjutnya. ( Q.S. Annisa/4:9 )

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

2. Ideologi Muhammadiyah

Menanamkan dan meneguhkan ideologi gerakan Muhammadiyah kepada seluruh elemen Persyarikatan terutama bagi kader dan Pimpinan Persyarikatan maupun bagi pimpinan dan pengelola Amal Usaha Muhammadiyah. Hal ini perlu dan wajib dilakukan sehingga apa yang menjadi tujuan Persyarikatan dapat tercapai seperti yang tercantum dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Warga Muhammadiyah. Penanaman dan peneguhan ini merupakan syarat penting bagi tumbuh kembangnya gerakan menghidupkan Persyarikatan. Kader persyarikatan wajib memahami dan melaksanakan ideologi gerakan Muhammadiyah sehingga dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya. Penanaman ideologi ini dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Secara formal dilaksanakan melalui proses pendidikan yang terencana, tersusun dan terprogram dari tingkat awal dan disetiap organisasi otonom Muhammadiyah, misalnya IPM, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisiyah, maupun melalui agenda-agenda program misalnya, Baitul Arqom ( Muhammadiyah ), Darul Arqom baik dasar, madya atau paripurna ( Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ), Taruna melati ( IPM ) melati Tunas ( PM ) dan lain sebagainya. Secara Non Formal, yaitu proses pendidikan secara alamiah dengan melibatkan dan mengikutkan orang-orang ke berbagai aktifitas yang dilakukan (sebagai peserta, panitia, pembicara, dll. ).

3. Reaktualisasi Agenda Dakwah Persyarikatan

Menggalakkan dan menyuburkan kegiatan dakwah di setiap tingkatan baik ranting, cabang dan amal usaha Muhammadiyah sebagai wujud nyata gerakan Muhammadiyah demi tercapainya tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT merupakan hakikat dari perjuangan dakwah Muhammadiyah. Pelaksanaan reaktualisasi program dakwah inipun harus secara baik dan cerdas dilakukan sehingga tidak menimbulkan resistensi di kalangan awam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam dakwah persyarikatan Muhammadiyah antara lain :

a. Selalu mampu secara fleksibel menempatkan diri pada situasi dan kondisi masyarakat yang ada. Sebagaimana diketahui bahwa Muhammadiyah adalah paham agama yang membawa misi purifikasi ( pemurnian ) dengan cara kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi pada batas atau kondisi tertentu akan terjadi perbedaan pemahaman dan pandangan atas sesuatu hal menyangkut keberagamaan dengan masyarakat awam. Apalagi perbedaan – perbedaan itu menyangkut tekstualisasi ( nash ). Hampir bisa dipastikan bahwa tidak mungkin ada budaya di indonesia misalnya, jawa, sunda, lombok, bali, dll yang tercantum secara tekstual dalam Al – Qur’an dan Sunnah sehingga secara mudah kemudian bisa divonis bahwa semua budaya atau tradisi itu adalah bid’ah ( Tafsir, 2010 ). Disinilah peran SDM atau kader Muhammadiyah wajib pandai – pandai secara fleksibel menyesuaikan dakwah Muhammadiyah sehingga tidak terjadi benturan atau resistensi di masyarakat. Bukan berarti bahwa misi purifikasi ( pemurnian ) tidak dapat dilakukan, akan tetapi bagaimana misi ini dapat secara fleksibel dan pasti dapat merubah kesalahan atau peyelewengan yang ada menjadi lebih baik dan terarah sesuai Al Qur’an dan Sunnah. Konsep dakwah kultural bukan berarti bahwa faham pemurnian itu hanyut atau terbawa budaya yang ada, akan tetapi bagaimana budaya yang menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah itu dapat secara perlahan dan pasti mampu diarahkan menuju kearah yang benar yang tentunya sesuai dengan tujuan dakwah Muhammadiyah yakni kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah tanpa terjadi penolakan atau resistensi atas kehadirannya.

b. Menggunakan sarana yang paling tepat dan efektif dalam melaksanakan dakwah. Basis massa tidak bisa maksimal hanya mengandalkan kampus, sekolah, rumah sakit dan panti asuhan. Media ini hanya tampil sebagai lembaga pelayanan ketimbang membangun basis massa. Tak mengherankan jika sedemikian banyak jumlah anak didik, pasien dan anak asuh tetapi hanya dalam jumlah kecil diantara mereka menjadi anggota atau simpatisan Muhammadiyah, mereka sekolah di Muhammadiyah dengan motivasi hanya sebatas ingin belajar, bukan untuk menjadi kader Muhammadiyah. Media yang strategis membina akar rumput adalah melayani kebutuhan spiritualitas kaum awam melalui masjid dan musholla. Masjid harus benar – benar menjadi pelayan yang baik terhadap masyarakat mulai dari ibadah sampai sosial. Sering terjadi masjid Muhammadiyah tidak mampu memberi pelayanan maksimal terhadap masyarakat dikarenakan perangkat masjid khususnya SDM yang tidak atau kurang memadai. Imam, khotib, guru ngaji, muadzin adalah sebagian dari SDM yang harus ada dalam masjid. Keadaan yang hampir merata di masjid Muhammadiyah adalah tidak jelas siapa imamnya, muadzin yang suaranya tidak mengenakkan telinga, dan lain sebagainya. ( Tafsir, 2010 ). Untuk itu perlu kiranya hal ini menjadi sorotan dan perhatian bagi kader-kader Muhammadiyah ditingkat ranting, cabang dan AUM lebih meningkatkan kualitas SDM di setiap tingkatannya agar dakwah Muhammadiyah menjadi lebih baik efektif dan tentunya semarak kehidupan ranting, cabang dan AUM dapat tumbuh subur.

c. Mencari terobosan media dakwah yang lebih baik dan mengena sehingga mampu menembus seluruh lini kehidupan. Harus diakui bahwa kalangan Muhammadiyah yang sering disebut kaum modernis, masih belum mampu sepenuhnya menciptakan media kultural keberagamaan yang mampu sedemikian mengakar di masyarakat sebagaimana yang diciptakan kaum tradisionalis ( Tafsir, 2010 ). Hal ini menjadi salah satu penyebab lambatnya keberhasilan dakwah Muhammadiyah di masyarakat. Kader – kader Muhammadiyah harus mampu mencari ruang yang tepat serta media yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat awam sehingga dakwah Muhammadiyah dapat menembus di setiap tingkatan dan ragam budaya masyarakat. SDM muhammadiyah harus senantiasa cerdik dan cermat memanfaatkan setiap media yang memungkinkan terbukanya peluang dakwah di semua kalangan terutama kalangan masyarakat bawah/tradisional.

Kader Karbitan Muhammadiyah


Sederetan analisa dan berbagai sebab musabab tentang terjadinya kemandegan gerak tajdid Muhammadiyah telah sering dikemukakan. Kejumudan berpikir warga (mujtahid) persyarikatan dan membanjirnya para oportunis atau “bajing loncat” di tubuh Muhammadiyah -terutama amal usahanya- merupakan analisa yang paling sering kita dengar. Dugaan kuat akan terjadinya kejumudan berpikir dan membanjirnya bajing loncat dalam Muhammadiyah, sebenarnya dua hal sangat berhubungan. Sebab terjadinya kemandegan berpikir atau bahkan kemandegan gerak amal usaha Muhammadiyah di sebabkan sudah terlalu banyak bajing loncat di tubuh persyarikatan, bahkan mereka tidak jarang berada dalam posisi strategis yang sangat menentukan warna dan wajah ormas Islam terbesar di Indonesia ini.

Pertanyaannya adalah bagaimana para bajing loncat itu bisa masuk ke tubuh Muhammadiyah? Apakah ada yang salah dengan sistem pengkaderan persarikatan? Atau saking terbukanya, organisasi ini tidak begitu selektif untuk memberikan amanah pada seseorang? Atau gejala pragmatisme dan oportunisme telah sangat mewabah pada setiap elemen persarikatan? Menurut hemat penulis, pertanyaan ke dua dan seterusnya adalah jawaban bagi pertanyaan pertama. Bagaimana tidak? Kepentingan jangka pendek dan semangat mencari hidup di persyarikatan telah menyebabkan begitu mudahnya masuknya para bajing loncat, dan sekaligus ini mencerminkan sebuah sistem pengkaderan yang buruk. Hanya karena telah mengantongi kartu anggota dan pernah aktif di persyarikatan atau ortomnya, seseorang bisa disebut sebagai kader Muhammadiyah dan dipercaya untuk memikul amanah persyarikatan. Inilah yang kemudian akan disebut sebagai “Kader Karbitan”.

Ciri dan Perilaku Kader Karbitan.

Namun demikian, dari awal perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Kader Karbitan bukanlah orang yang baru memiliki kartu anggota atau baru aktif di Muhammadiyah, apalagi ditujukan pada mereka yang tidak punya nasab Muhammadiyah secara genetik (tidak terlahir dari keluarga Muhammadiyah), sama sekali bukan. Karena tidak semua orang yang telah lama mengantongi KATAM dan berkecimpung di Muhammadiyah serta terlahir dari keluarga Muhammadiyah betul-betul paham akan watak dan karakter persyarikatan (Kepribadian Muhammadiyah). Bahkan yang sering terjadi, khususnya kasus semangat untuk mengkooptasi dan memonopoli amal usaha, dilakukan oleh “kader” yang telah lama aktif dan merasa leluhurnya berjasa dalam mengembangkan amal usaha persyarikatan. Karena mereka dengan sangat jelas dapat melihat dan merasakan keuntungan materil yang terkandung di dalamnya (amal usaha). Namun sebaliknya, bisa jadi orang yang baru aktif dan baru terdaftar sebagai anggota serta tidak memiliki nasab Muhammadiyah, justru hadirnya mereka dalam persyarikatan dimotifasi oleh pemahaman yang benar akan watak dan karakter persyarikatan.

Sebagaimana diketahui, wujud kepribadian Muhammadiyah terletak pada hakekat Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, Rumusan ini seringkali dijadikan sebagai doktrin tanpa diiringi oleh penjelasan bahwa di dalamnya terdapat sifat Tajdidiyah (Pembaharuan), Ishlahiyah (damai) dan Tabsyiriyah (Menggembirakan) serta menuntut warganya untuk bersikap aktif, kreatif, dinamis, fleksibel, konstruktif, lapang dada, adil dan korektif, ikhlas dan tidak mengenal putus asa. Itulah doktrin yang harus dipahami dengan baik dan sifat yang mesti melekat pada seorang kader sejati Muhammadiyah.

Sedangkan sifat pasif, ikut-ikutan, jumud, kaku, reaktif, picik, masa bodoh, pamrih dan pesimistis adalah karakter atau ciri-ciri kader karbitan.

Secara kasat mata karakteristik kader karbitan tersebut terpantul dalam perilaku mereka dalam persyarikatan, baik yang menjelma dalam pemikiran yang picik dan jumud serta anti perubahan, ataupun dalam wujud orang-orang yang menjadikan amal usaha sebagai “warung” untuk mengais hidup diri dan keluarganya atau koleganya. Secara lebih jelas karakter karbitan ini termanifestasi pada mereka yang dengan pongah, picik, tidak santun dan tidak bijak dalam menyikapi bentuk penyegaran pemikiran keagamaan di tubuh Muhammadiyah. Atau mereka yang tidak punya malu ‘menjual’ Muhammadiyah untuk kepentingan sendiri sambil sikut kanan kiri dan menjilat serta melakukan manifulasi di sana sini.

Fenomena yang lebih memprihatinkan, jika karakteristik kader karbitan ini menjakiti angkatan muda Muhammadiyah. Dikhawatirkan mereka hanya akan tertarik dan begitu asyik dengan program yang berkaitan dengan proyek-proyek yang membuat kantong tebal. Apalagi jika sampai berani mengais keuntungan dengan cara-cara yang manifulatif.

HARAPAN

Pemimpin Muhammadiyah, bukan hanya harus mewarisi karakteristik kader sejati, akan tetapi harus mampu manyadarkan atau menertibkan kader-kader karbitan. Jika mereka (kader karbitan) tidak tersentuh atau bahkan dibiarkan, jelas akan semakin menebar virus yang berbahaya bagi keberlangsungan dan kejayaan persyarikatan. Mereka adalah benalu dalam Muhammadiyah.