PEMUDA MUHAMMADIYAH KEBUMEN MEMBANGUN BANGSA DENGAN AKHLAK MULIA

Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baiklah badan itu seluruhnya. Dan apabila itu rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah, itu adalah hati (al-qalb)” [HR. Bukhari dan Muslim]

Rabu, 25 Juli 2012

PUASA MELATIH BUDAYA TERTIB BERLALULINTAS ?

Pembaca tentu langsung mengernyitkan dahi atau bahkan langsung bertanya heran pada judul artikel diatas, apa hubungannya? Dimana tali merah antara puasa dan budaya tertib berlalulintas? Untuk menjawab rasa penasaran tersebut atau bahkan mencari jawaban atas kesangsian logika dalam otak sadar kita, mari kita mulai dengan lebih sedikit menajamkan dan mengeksplorasi apa yang ada dan sedang terjadi di sekeliling kita.
Pembaca tentu sudah sering melihat di televisi, membaca di  koran atau bahkan mendengar di radio bagaimana kota Jakarta begitu pusing dengan masalah kemacetan lalulintasnya, atau begitu seringnya kita mengetahui betapa banyak terjadi kecelakaan lalulintas yang terjadi di jalan raya dan telah menelan korban jiwa yang tidak sedikit, atau bahkan pula kita sendiri yang malah pernah menjadi korbannya. Kita dapat menyaksikan  bagaimana begitu banyak kecelakan akibat pelanggaran dalam berlalulintas yang terjadi disekitar kita mulai pelanggaran kecil sampai pelanggaran yang tergolong dapat membahayakan pengendara lalulintas lainnya. Coba kita ingat, pernahkah kita melihat bagaimana pengendara menerobos lampu merah ketika dilihatnya tidak ada petugas yang menjaga ditempat itu? Atau malah jangan-jangan kita sendiri pernah melakukan hal tersebut? Atau pernahkah kita dikagetkan oleh remaja yang mengendarai motor dengan ngebut dan zig zag seenaknya tanpa perduli bahwa dia hampir mencelakai kita? Atau pernahkah kita melihat segerombolan remaja bermotor dengan knalpot yang memekakkan telinga berkonvoi seenaknya di jalanan?  Hal ini cukup menarik apabila kita memasukkan perilaku berlalulintas ini  menjadi sebuah gambaran atau cerminan atas budaya masyarakat kita. Ada sebuah ungkapan menyatakan bahwa apabila ingin melihat seberapa baiknya budaya ketaatan masyarakat terhadap hukum di suatu negara, cukuplah dengan melihat bagaimana masyarakat di suatu negara tersebut berperilaku di jalan raya. Kalau kita setuju pada ungkapan ini, betapa buruk gambaran budaya kita atau betapa rendahnya nilai ketaatan kita pada hukum yang berlaku di negeri ini. Bagaimana tidak, coba kita ambil beberapa contoh yang sering terjadi disekitar kita. Banyak remaja dengan bangga mempreteli kelengkapan kendaraan sepeda motornya, misalnya kaca spion, lampu sign, mengganti ukuran ban dengan ukuran tidak sesuai standar, mengganti knalpot dengan knalpot yang bersuara memekakkan telinga, dan masih banyak yang lainnya. Perilaku ini  tentunya menjadi hal yang membahayakan bukan sekedar kepada diri pengendara akan tetapi membahayakan pula pengendara lainnya karena akibat ketidaklengkapan “organ” kendaraan bermotornya menjadi penyebab kecelakaan lalulintas. Disamping itu, ketidak lengkapan kendaraan bermotor ini jelas melanggar peraturan berkendara secara benar. Belum lagi ditambah apabila pengendara bermotor tidak taat terhadap rambu-rambu lalulintas sehingga semakin tinggi potensi terjadinya kecelakaan di jalan raya.
Contoh diatas merupakan salah satu bentuk ketidaktaatan terhadap sebuah aturan yang dibuat demi keteraturan dan ketrentaman di jalan raya. Lalu, bagaimana korelasinya dengan konteks ibadah puasa? Untuk mendapatkan korelasinya kita bisa mencermati perintah puasa dalam surat Al Baqarah ayat 183 yang artinya:  “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu BERTAKWA”. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kita untuk berpuasa agar menjadi orang yang bertakwa. Sedangkan kita tahu bahwa bentuk sebuah ketakwaan adalah mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala LaranganNya. Hal ini berarti pula bahwa puasa sesungguhnya melatih kita untuk menjadi orang yang mampu berdisiplin mentaati segala aturan dan batasan-batasan yang telah ditentukan oleh Allah SWT dalam kehidupan kita. Seseorang dikatakan telah sukses menjalankan ibadah puasanya adalah seseorang yang mampu menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasanya meskipun tidak seorangpun mengawasinya. Ini berarti pula seseorang yang sukses puasanya adalah seseorang yang mampu menerapkan hasil pelatihan berdisiplin di bulan Ramadhan untuk diterapkan dalam kehidupan kesehariannya diluar bulan ramadhan. Dalam hal berlalulintas, ketika seseorang telah memiliki kesadaran yang tinggi untuk berdisiplin hasil gemblengan puasa ramadhan, tentu ketika di jalan raya dan berkendara dia akan mampu mentaati segala ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan dan juga memiliki kualitas toleransi dan empati kepada orang lain. Pengendara yang disiplin adalah pengendara yang selalu patuh terhadap aturan baik itu ketika ada petugas maupun tidak ada petugas, juga mampu mengukur seberapa perilaku berkendaranya agar tidak mengganggu serta menjadi masalah di jalan dan lingkungan sekitarnya. Hal ini dikarenakan bahwa sejatinya puasa mengajarkan untuk selalu jujur dan berdisiplin serta penuh empati meskipun tidak ada yang mengawasi karena hanya dia dan Allah lah yang tahu ibadah puasanya.
Jadi Jelaslah bagi kita bahwa korelasi atau benang merah yang menghubungkan antara Ibadah puasa dan berdisiplin berlalulintas adalah terletak pada kesadaran untuk mentaati perintah dan aturan yang telah ditetapkan. Dan hal ini merupakan bentuk manifestasi dari sebuah ketaatan beribadah yang berujung pada nilai ketakwaan. Seorang yang memiliki ketakwaan tinggi pastilah mampu pula menjadi seorang pengendara yang berdisiplin tinggi. Dan kita bisa mengatakan bahwa negara yang masyarakatnya memiliki ketakwaan tinggi kepada Allah pastilah memiliki budaya berlalulintas yang tinggi pula.
Selamat berkendara dengan berdisiplin tinggi ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar