PEMUDA MUHAMMADIYAH KEBUMEN MEMBANGUN BANGSA DENGAN AKHLAK MULIA

Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baiklah badan itu seluruhnya. Dan apabila itu rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah, itu adalah hati (al-qalb)” [HR. Bukhari dan Muslim]

Kamis, 17 Maret 2011

Wirausahawan Pimpin Pemuda Muhammadiyah


( Suara Merdeka, 15 Maret 2011 )
Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kebumen, Minggu 13 Maret 2011 mengadakan Musyawarah Daerah yang ke-14 bertempat di SMP Muhammadiyah Karanganyar, dan berhasil memilih Agus Hasan Hidayat, S.Si sebagai ketua 2011 - 2015.
Sebelumnya, beberapa nama masuk jajaran formatur, antara lain, Agus Hasan Hidayat, S.Si; Miskun, S.Pd; Aris Susetyo; Heri Pramono; Muslim Fikri, SE; Imam Suhendro, Arif Budiman; Eko Purwanto, S.Pd; Firman Amri, S.Pd. Sesuai dengan Tatib Pemilihan, pemilihan ketua dilaksanakan dengan musyawarah mufakat.
Dengan melihat realitas suara terbanyak dan anggota tim formatur yang lain menyatakan tidak bersedia menjadi Ketua, maka dengan suara bulat menetapkan Agus Hasan Hidayat, S.Si sebagai Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kebumen periode 2011-2015.
"Dia kader dan merupakan wirausahawan muda yang potensial," jelas ketua panitia Musyda Aries Susetyo, kemarin.

Kualitas pemuda
Menurut Aris, penyelenggaraan Musda merupakan kebutuhan internal bagi Pemuda Muhammadiyah agar tetap memiliki makna strategis dengan dua dasar pertimbangan, pertama untuk proses penyegaran kepemimpinan, dan kedua untuk penyusunan program kerja yang lebih realistis bagi kepentingan kaum muda maupun untuk kepentingan masyarakat.
Musyda dibuka oleh Ketua Pimpinan Wilayah pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah Rahmat Suprapto MSi dan Ketua Pimpinan Muhammadiyah Kabupaten Kebumen HM Abduh Hisyam MSi.
Dalam amanatnya, Rahmat Suprapto mengharapkan agar program kerja dibuat realistis. Jangan membuat program kerja yang sulit diterjemahkan menjadi kenyataan dan hendaknya dilaksanakan dalam jangka waktu periode kepemimpinan secara terukur, berorientasi pada kualitas dan bermuara pada kemajuan pemuda ( B3-84 )

Rabu, 09 Maret 2011

gerak langkah menghidupkan ranting, cabang dan AUM


Muhammadiyah sebagai gerakan perubahan merupakan fakta sejarah yang tidak dapat dibantah. Selama seratus tahun sejak berdirinya, Muhammadiyah telah memberikan kontribusi nyata dibidang sosial kemasyarakatan dan agama. Gerakan islam modernis yang dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan dari Yogyakarta telah banyak memberikan warna dalam perjalanan sejarah bangsa indonesia terutama dalam merobohkan tembok pembodohan dan keterbelakangan dalam dunia keagamaan dan pendidikan di masyarakat.

Kesuksesan Muhammadiyah ini tidak lepas dari kemampuan Muhammadiyah dalam menjalankan perannya sebagai gerakan tajdid dalam bidang pemikiran maupun gerakan amal sosial yang nyata di masyarakat. Dalam bidang pemikiran misalnya, Muhammadiyah telah menunjukkan perannya sebagai gerakan yang mampu melakukan perubahan terhadap faham-faham yang bersifat tahayul menjadi faham yang rasional dan tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah. Juga dalam peran sebagai gerakan yang tetap konsisten dalam merubah sikap taklid yang membabi buta sehingga muncul sikap pengkultusan terhadap individu yang bisa menyebabkan tertutupnya keran keterbukaan pemikiran dan tajdid. Dalam bidang keagamaan Muhammadiyah juga turut aktif dalam menegakkan pemahaman pelaksanaan ibadah yang banyak terjadi penyimpangan ( bid’ah ) sehingga kembali kepada pelaksanaan ibadah yang benar sesuai dengan sumbernya yakni Al Quran dan Sunnah. Dalam bidang pengentasan dari jurang kebodohan, peran Muhammadiyah sangatlah nyata dengan berbagai gerakan amal usaha yang bergerak dalam bidang pendidikan. Muhammadiyah telah berhasil menjadi pionir dalam memadukan konsep pendidikan agama dan teknologi secara bersama. Begitu pula dalam perannya dibidang kesehatan masyarakat, Muhammadiyah juga telah secara nyata mampu menyediaan layanan kesehatan bagi masyarakat yang diwujudkan dengan pendirian amal usaha dibidang kesehatan terutama rumah sakit yang telah menyebar di berbagai wilayah di indonesia.

Sedikit contoh diatas merupakan wujud peran serta nyata Muhammadiyah bagi umat manusia khususnya bagi masyarakat dan bangsa indonesia sesuai dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah yakni sebagai Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

Gerak dan langkah menghidupkan Ranting, Cabang dan Amal Usaha Muhammadiyah

Dalam perjalanannya, dinamika gerakan Muhammadiyah dalam menjalankan Amar ma’ruf nahi munkar tidaklah lepas dari tantangan dan problematikanya. Sebagai organisasi besar, tantangan dan permasalahan dalam menegakkan kebenaran ini merupakan suatu hal yang wajar dan pastilah ada karena sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT bahwa setiap orang baik sendiri maupun kelompok akan mendapatkan ujian tanpa terkecuali.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? ( Al Baqarah : 214 ).

Demikian pula dengan gerakan Muhammadiyah, dalam memasuki abad baru yang kedua, Muhammadiyah tidak akan lepas dari masalah dan tantangan yang harus dihadapi. Tugas anggota, lebih-lebih kader dan pimpinan muhammadiyah ialah bagaimana menghadapi masalah dan tantangan yang menghadang di depan itu dengan mencari jalan keluar dan langkah yang terbaik disertai komitmen dan kegigihan yang tinggi sebagaimana uswah hasanah nabi dalam menghadapi masalah dan tantangan dalam perjuangan islam. Bukan menghindar, menjauh dan tunggang langgang dari masalah dan tantangan karena dirasa berat. ( DR. Haedar Nashir, 2010 )

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah gerak dan langkah yang harus dilakukan oleh segenap lapisan persyarikatan dalam menghidupkan organisasi Muhammadiyah baik di tingkat ranting, cabang maupun di setiap amal usaha muhammadiyah? Untuk merumuskan jawaban atau paling tidak mencari alternatif jawaban dari pertanyaan diatas perlu kita kaji dahulu apakah yang dimaksud dengan gerak dan langkah tersebut.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, disebutkan beberapa arti kata dari gerak yakni : 1. peralihan tempat atau kedudukan, baik hanya sekali maupun berkali-kali: tiap-tiap -- tentu ada sebab; 2. dorongan (batin, perasaan, dsb): jangan selalu kauperturutkan -- hatimu; 3. denyut-denyut atau kedut-kedut (pd mata, bibir, dsb) yg dianggap sbg firasat atau gelagat: ia risau akan -- pd matanya;

Sedangkan arti kata langkah adalah : 1. gerakan kaki (ke depan, ke belakang, ke kiri, ke kanan) waktu berjalan: dia masuk dng -- gontai; 2. jarak antara kedua kaki waktu melangkah ke muka (waktu berjalan): jalannya cepat dan -- nya panjang-panjang; 3. sikap; tindak-tanduk; perbuatan: kita harus mengambil -- tegas dl menghadapi masalah ini; 4. tahap; bagian: marilah kita telusuri -- demi -- cara berjualan jeruk;

Dari uraian arti kata dalam kamus besar bahasa indonesia diatas maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa arti kata gerak dan langkah adalah “Dorongan batin yang disengaja dan dilanjutkan dengan sikap atau tindakan nyata secara bertahap dan maju”. Sehingga dengan pengertian diatas maka pertanyaan tentang bagaimana gerak dan langkah menghidupkan organisasi muhammadiyah baik ditingkat ranting, cabang maupun amal usaha muhammadiyah dapat kita rumuskan alternatif jawabannya.

Seperti telah disampaikan oleh DR. H Haedar Nashir diatas, bahwa masalah yang dihadapi oleh organisasi Muhammadiyah adalah merupakan tanjung jawab bagi anggota terutama kader dan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah. Untuk itu menjadi jelaslah pula bahwa salah satu kunci prioritas agar TERCIPTA GERAK DAN LANGKAH dalam rangka memajukan organisasi Muhammadiyah adalah dengan membangun dan menciptakan kader – kader terbaik sebagai sumber daya manusia yang sanggup menjadi pemegang tangung jawab atau amanah persyarikatan Muhammadiyah.

Apakah yang dimaksud dengan kader persyarikatan Muhammadiyah ?

Seringkali kita menjumpai kata Kader dalam kehidupan sehari-hari terutama yang sering berkecimpung di dunia organisasi, baik organisasi politik, kemasyarakatan maupun organisasi keagamaan. Sebelum kita membahas tentang kader persyarikatan Muhammadiyah, maka kita akan mencoba memahami dulu apa yang dimaksud dengan kader baik definisi maupun posisinya dalam sebuah organisasi.

Kader ( Perancis : cadre ) atau les cadres maksudnya adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih dalam lingkup lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar kepemimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam suatu kepemimpinan lemah, maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga lemah. Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang berkualitas, berwawasan, militan, dan penuh semangat.

Dalam pengertian lain, kader ( latin : quadrum ), berarti empat persegi panjang atau kerangka. Dengan demikian kader dapat didefinisikan sebagai kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, yaitu merupakan tulang punggung ( kerangka ) dari kelompok yang lebih besar dan terorganisasi secara permanen. Jadi, jelas bahwa orang – orang yang berkualitas itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taat asas dan berinisiatif, yang dapat disebut kader. ( MPK PP Muhammadiyah, 2008 )

Dari definisi kata kader diatas, maka dapat kita tarik kesimpulan apakah yang dimaksud dengan kader persyarikatan Muhammadiyah. Kader persyarikatan Muhammadiyah adalah orang – orang berkualitas yang terpilih dan berpengalaman dalam berorganisasi, taat pada aturan atau asas persyarikatan, berinisiatif, berwawasan, militan serta penuh semangat dalam mengemban tugas persyarikatan Muhammadiyah.

Profil, Fungsi, Posisi dan Tugas kader Muhammadiyah

Dibagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa kader berarti elite, yakni bagian yang terpilih dan terbaik karena terlatih. Berarti pula merupakan jantung organisasi. Kader juga berarti inti tetap dari suatu resimen. Daya juang resimen ini sangat tergantung dari nilai kadernya yang merupakan tulang punggung, pusat semangat dari inti gerakan suatu organisasi. Karena itu hanya orang – orang yang bermutu itulah yang terpilih dan berpengalaman dalam berbagai medan perjuangan, yang taat dan berinisiatif, yang dapat disebut sebagai kader. Profil kader Muhammadiyah sebagai hasil proses perkaderan adalah anggota inti yang diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta misi di lingkungan persyarikatan, umat dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah. Oleh karena itu hakikat kader Muhammadiyah bersifat tunggal, dalam arti hanya ada satu profil kader Muhammadiyah. ( MPK PP Muhammadiyah, 2008 )

Sedangkan fungsi dan tugas kader Muhammadiyah adalah bersifat majemuk dan berdimensi luas, baik ke dalam maupun keluar, yakni sebagai kader persyarikatan, kader umat, dan kader bangsa. Fungsi dan tugas serta posisi kader dalam persyarikatan Muhammadiyah ini sangatlah penting karena kader dapat dikatakan sebagai inti pergerakan organisasi disamping sebagai syarat penting bagi berlangsungnya regenerasi kepemimpinan. Bagi sebuah organisasi regenerasi kepemimpinan yang sehat karena ditopang oleh keberadaan kader-kader yang qualified, selain akan menjadikan organisasi bergerak dinamis, juga formasi kepemimpinannya akan segar dan energik. Keberadaan kader bagi Muhammadiyah dengan segala kompetensinya, seolah memanifestasikan sosok ciptaan Allah yang terbaik ( khairul bariyyah, Q.S. Al Bayyinah/98:7 ), bagian dari umat yang terbaik ( khairu ummah, Q.S. Ali Imran/3:110 ), serta seakan seperti bunga yang kokoh dan menawan ( Q.S. Al Fath/48:9 ).

Dari uraian diatas pada akhirnya Tugas seorang kader persyarikatan Muhammadiyah adalah berkewajiban memelihara, melangsungkan dan menyempurnakan gerak dan langkah persyarikatan dengan penuh komitmen yang istiqomah, berkepribadian mulia ( shidiq, amanah, tabligh dan fatonah ) wawasan pemikiran dan visi yang luas, keahlian tinggi dan amaliah yang unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam yang benar – benar menjadi rahmatan lil ‘alamin. ( Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, PP Muhammadiyah, 2000 )

Merumuskan gerak dan langkah menghidupkan ranting, cabang dan AUM Muhammadiyah

Menjadi kewajiban seluruh elemen persyarikatan Muhammadiyah terutama bagi kader dan pimpinan Muhammadiyah untuk senantiasa menjaga dan menghidupkan Persyarikatan Muhammadiyah di setiap tingkatan dalam rangka melaksanakan visi dan misi Muhammadiyah. Untuk itu sebagai tindakan konkrit dalam menghidupkan Persyarikatan, maka disetiap ranting, cabang maupu Amal Usaha Muhammadiyah perlu dirumuskan beberapa hal prioritas, yakni :

1. Kaderisasi,

Membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan serta peran dan ideologi gerakan Muhammadiyah dengan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan berorientasi ke masa depan. Keberadaan kader dan perkaderan tidak bisa ditawar-tawar lagi bagi kelangsungan gerak dan perjuangan Muhammadiyah sekarang dan dimasa depan. Baik buruknya organisasi Muhammadiyah pada masa yang akan datang dapat dilihat dari baik-buruknya pendidikan kader yang sekarang dilakukan. Jika pendidikan kader Muhammadiyah sekarang ini baik, maka Muhammadiyah pada masa yang akan datang akan baik. Sebaliknya apabila jelek, maka Muhammadiyah pada masa yang akan datang juga jelek. ( Dr. H.A. mukti Ali, 1993 ). Kewajiban dan tanggung jawab moril untuk menaruh kepedulian terhadap kader dan perkaderan ini tidak berbeda dengan peringatan Allah bagi umat islam agar memperhatikan anak keturunan atau generasi selanjutnya. ( Q.S. Annisa/4:9 )

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

2. Ideologi Muhammadiyah

Menanamkan dan meneguhkan ideologi gerakan Muhammadiyah kepada seluruh elemen Persyarikatan terutama bagi kader dan Pimpinan Persyarikatan maupun bagi pimpinan dan pengelola Amal Usaha Muhammadiyah. Hal ini perlu dan wajib dilakukan sehingga apa yang menjadi tujuan Persyarikatan dapat tercapai seperti yang tercantum dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Warga Muhammadiyah. Penanaman dan peneguhan ini merupakan syarat penting bagi tumbuh kembangnya gerakan menghidupkan Persyarikatan. Kader persyarikatan wajib memahami dan melaksanakan ideologi gerakan Muhammadiyah sehingga dapat melaksanakan apa yang menjadi tugas dan kewajibannya. Penanaman ideologi ini dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Secara formal dilaksanakan melalui proses pendidikan yang terencana, tersusun dan terprogram dari tingkat awal dan disetiap organisasi otonom Muhammadiyah, misalnya IPM, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisiyah, maupun melalui agenda-agenda program misalnya, Baitul Arqom ( Muhammadiyah ), Darul Arqom baik dasar, madya atau paripurna ( Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ), Taruna melati ( IPM ) melati Tunas ( PM ) dan lain sebagainya. Secara Non Formal, yaitu proses pendidikan secara alamiah dengan melibatkan dan mengikutkan orang-orang ke berbagai aktifitas yang dilakukan (sebagai peserta, panitia, pembicara, dll. ).

3. Reaktualisasi Agenda Dakwah Persyarikatan

Menggalakkan dan menyuburkan kegiatan dakwah di setiap tingkatan baik ranting, cabang dan amal usaha Muhammadiyah sebagai wujud nyata gerakan Muhammadiyah demi tercapainya tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT merupakan hakikat dari perjuangan dakwah Muhammadiyah. Pelaksanaan reaktualisasi program dakwah inipun harus secara baik dan cerdas dilakukan sehingga tidak menimbulkan resistensi di kalangan awam. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam dakwah persyarikatan Muhammadiyah antara lain :

a. Selalu mampu secara fleksibel menempatkan diri pada situasi dan kondisi masyarakat yang ada. Sebagaimana diketahui bahwa Muhammadiyah adalah paham agama yang membawa misi purifikasi ( pemurnian ) dengan cara kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi pada batas atau kondisi tertentu akan terjadi perbedaan pemahaman dan pandangan atas sesuatu hal menyangkut keberagamaan dengan masyarakat awam. Apalagi perbedaan – perbedaan itu menyangkut tekstualisasi ( nash ). Hampir bisa dipastikan bahwa tidak mungkin ada budaya di indonesia misalnya, jawa, sunda, lombok, bali, dll yang tercantum secara tekstual dalam Al – Qur’an dan Sunnah sehingga secara mudah kemudian bisa divonis bahwa semua budaya atau tradisi itu adalah bid’ah ( Tafsir, 2010 ). Disinilah peran SDM atau kader Muhammadiyah wajib pandai – pandai secara fleksibel menyesuaikan dakwah Muhammadiyah sehingga tidak terjadi benturan atau resistensi di masyarakat. Bukan berarti bahwa misi purifikasi ( pemurnian ) tidak dapat dilakukan, akan tetapi bagaimana misi ini dapat secara fleksibel dan pasti dapat merubah kesalahan atau peyelewengan yang ada menjadi lebih baik dan terarah sesuai Al Qur’an dan Sunnah. Konsep dakwah kultural bukan berarti bahwa faham pemurnian itu hanyut atau terbawa budaya yang ada, akan tetapi bagaimana budaya yang menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah itu dapat secara perlahan dan pasti mampu diarahkan menuju kearah yang benar yang tentunya sesuai dengan tujuan dakwah Muhammadiyah yakni kembali kepada Al Qur’an dan Sunnah tanpa terjadi penolakan atau resistensi atas kehadirannya.

b. Menggunakan sarana yang paling tepat dan efektif dalam melaksanakan dakwah. Basis massa tidak bisa maksimal hanya mengandalkan kampus, sekolah, rumah sakit dan panti asuhan. Media ini hanya tampil sebagai lembaga pelayanan ketimbang membangun basis massa. Tak mengherankan jika sedemikian banyak jumlah anak didik, pasien dan anak asuh tetapi hanya dalam jumlah kecil diantara mereka menjadi anggota atau simpatisan Muhammadiyah, mereka sekolah di Muhammadiyah dengan motivasi hanya sebatas ingin belajar, bukan untuk menjadi kader Muhammadiyah. Media yang strategis membina akar rumput adalah melayani kebutuhan spiritualitas kaum awam melalui masjid dan musholla. Masjid harus benar – benar menjadi pelayan yang baik terhadap masyarakat mulai dari ibadah sampai sosial. Sering terjadi masjid Muhammadiyah tidak mampu memberi pelayanan maksimal terhadap masyarakat dikarenakan perangkat masjid khususnya SDM yang tidak atau kurang memadai. Imam, khotib, guru ngaji, muadzin adalah sebagian dari SDM yang harus ada dalam masjid. Keadaan yang hampir merata di masjid Muhammadiyah adalah tidak jelas siapa imamnya, muadzin yang suaranya tidak mengenakkan telinga, dan lain sebagainya. ( Tafsir, 2010 ). Untuk itu perlu kiranya hal ini menjadi sorotan dan perhatian bagi kader-kader Muhammadiyah ditingkat ranting, cabang dan AUM lebih meningkatkan kualitas SDM di setiap tingkatannya agar dakwah Muhammadiyah menjadi lebih baik efektif dan tentunya semarak kehidupan ranting, cabang dan AUM dapat tumbuh subur.

c. Mencari terobosan media dakwah yang lebih baik dan mengena sehingga mampu menembus seluruh lini kehidupan. Harus diakui bahwa kalangan Muhammadiyah yang sering disebut kaum modernis, masih belum mampu sepenuhnya menciptakan media kultural keberagamaan yang mampu sedemikian mengakar di masyarakat sebagaimana yang diciptakan kaum tradisionalis ( Tafsir, 2010 ). Hal ini menjadi salah satu penyebab lambatnya keberhasilan dakwah Muhammadiyah di masyarakat. Kader – kader Muhammadiyah harus mampu mencari ruang yang tepat serta media yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat awam sehingga dakwah Muhammadiyah dapat menembus di setiap tingkatan dan ragam budaya masyarakat. SDM muhammadiyah harus senantiasa cerdik dan cermat memanfaatkan setiap media yang memungkinkan terbukanya peluang dakwah di semua kalangan terutama kalangan masyarakat bawah/tradisional.

Kader Karbitan Muhammadiyah


Sederetan analisa dan berbagai sebab musabab tentang terjadinya kemandegan gerak tajdid Muhammadiyah telah sering dikemukakan. Kejumudan berpikir warga (mujtahid) persyarikatan dan membanjirnya para oportunis atau “bajing loncat” di tubuh Muhammadiyah -terutama amal usahanya- merupakan analisa yang paling sering kita dengar. Dugaan kuat akan terjadinya kejumudan berpikir dan membanjirnya bajing loncat dalam Muhammadiyah, sebenarnya dua hal sangat berhubungan. Sebab terjadinya kemandegan berpikir atau bahkan kemandegan gerak amal usaha Muhammadiyah di sebabkan sudah terlalu banyak bajing loncat di tubuh persyarikatan, bahkan mereka tidak jarang berada dalam posisi strategis yang sangat menentukan warna dan wajah ormas Islam terbesar di Indonesia ini.

Pertanyaannya adalah bagaimana para bajing loncat itu bisa masuk ke tubuh Muhammadiyah? Apakah ada yang salah dengan sistem pengkaderan persarikatan? Atau saking terbukanya, organisasi ini tidak begitu selektif untuk memberikan amanah pada seseorang? Atau gejala pragmatisme dan oportunisme telah sangat mewabah pada setiap elemen persarikatan? Menurut hemat penulis, pertanyaan ke dua dan seterusnya adalah jawaban bagi pertanyaan pertama. Bagaimana tidak? Kepentingan jangka pendek dan semangat mencari hidup di persyarikatan telah menyebabkan begitu mudahnya masuknya para bajing loncat, dan sekaligus ini mencerminkan sebuah sistem pengkaderan yang buruk. Hanya karena telah mengantongi kartu anggota dan pernah aktif di persyarikatan atau ortomnya, seseorang bisa disebut sebagai kader Muhammadiyah dan dipercaya untuk memikul amanah persyarikatan. Inilah yang kemudian akan disebut sebagai “Kader Karbitan”.

Ciri dan Perilaku Kader Karbitan.

Namun demikian, dari awal perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan Kader Karbitan bukanlah orang yang baru memiliki kartu anggota atau baru aktif di Muhammadiyah, apalagi ditujukan pada mereka yang tidak punya nasab Muhammadiyah secara genetik (tidak terlahir dari keluarga Muhammadiyah), sama sekali bukan. Karena tidak semua orang yang telah lama mengantongi KATAM dan berkecimpung di Muhammadiyah serta terlahir dari keluarga Muhammadiyah betul-betul paham akan watak dan karakter persyarikatan (Kepribadian Muhammadiyah). Bahkan yang sering terjadi, khususnya kasus semangat untuk mengkooptasi dan memonopoli amal usaha, dilakukan oleh “kader” yang telah lama aktif dan merasa leluhurnya berjasa dalam mengembangkan amal usaha persyarikatan. Karena mereka dengan sangat jelas dapat melihat dan merasakan keuntungan materil yang terkandung di dalamnya (amal usaha). Namun sebaliknya, bisa jadi orang yang baru aktif dan baru terdaftar sebagai anggota serta tidak memiliki nasab Muhammadiyah, justru hadirnya mereka dalam persyarikatan dimotifasi oleh pemahaman yang benar akan watak dan karakter persyarikatan.

Sebagaimana diketahui, wujud kepribadian Muhammadiyah terletak pada hakekat Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak dalam bidang dakwah amar ma’ruf nahi munkar dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah, Rumusan ini seringkali dijadikan sebagai doktrin tanpa diiringi oleh penjelasan bahwa di dalamnya terdapat sifat Tajdidiyah (Pembaharuan), Ishlahiyah (damai) dan Tabsyiriyah (Menggembirakan) serta menuntut warganya untuk bersikap aktif, kreatif, dinamis, fleksibel, konstruktif, lapang dada, adil dan korektif, ikhlas dan tidak mengenal putus asa. Itulah doktrin yang harus dipahami dengan baik dan sifat yang mesti melekat pada seorang kader sejati Muhammadiyah.

Sedangkan sifat pasif, ikut-ikutan, jumud, kaku, reaktif, picik, masa bodoh, pamrih dan pesimistis adalah karakter atau ciri-ciri kader karbitan.

Secara kasat mata karakteristik kader karbitan tersebut terpantul dalam perilaku mereka dalam persyarikatan, baik yang menjelma dalam pemikiran yang picik dan jumud serta anti perubahan, ataupun dalam wujud orang-orang yang menjadikan amal usaha sebagai “warung” untuk mengais hidup diri dan keluarganya atau koleganya. Secara lebih jelas karakter karbitan ini termanifestasi pada mereka yang dengan pongah, picik, tidak santun dan tidak bijak dalam menyikapi bentuk penyegaran pemikiran keagamaan di tubuh Muhammadiyah. Atau mereka yang tidak punya malu ‘menjual’ Muhammadiyah untuk kepentingan sendiri sambil sikut kanan kiri dan menjilat serta melakukan manifulasi di sana sini.

Fenomena yang lebih memprihatinkan, jika karakteristik kader karbitan ini menjakiti angkatan muda Muhammadiyah. Dikhawatirkan mereka hanya akan tertarik dan begitu asyik dengan program yang berkaitan dengan proyek-proyek yang membuat kantong tebal. Apalagi jika sampai berani mengais keuntungan dengan cara-cara yang manifulatif.

HARAPAN

Pemimpin Muhammadiyah, bukan hanya harus mewarisi karakteristik kader sejati, akan tetapi harus mampu manyadarkan atau menertibkan kader-kader karbitan. Jika mereka (kader karbitan) tidak tersentuh atau bahkan dibiarkan, jelas akan semakin menebar virus yang berbahaya bagi keberlangsungan dan kejayaan persyarikatan. Mereka adalah benalu dalam Muhammadiyah.

SEJARAH PEMUDA MUHAMMADIYAH

Perhatian K.H. Ahmad Dahlan kepada para Pemuda sangat istimewa. Pemuda pemuda Kauman yang terkenal bandel, oleh Kyai didekatinya dengan baik. Mereka berhasil dikumpulkan dan dihimpun dalam satu perkumpulan dan diberi nama “SISWO PROYO”. Mereka diberi pendidikan agama dan budi pekerti serta ketrampilan.

Sekitar tahun 1918 KH. Ahmad Dahlan pergi bertabligh ke Solo. Ketika beliau lewat di muka istana Mangkunegaran Solo, Beliau sempat melihat para Pemuda pemudi remaja berbaris dengan tertib dan rapi. Pakaian mereka seragam bertopi dan dilehernya melihat saputangan yang seragam pula.Mereka kelihatan gagah dan selalu gembira riang.

Sesampainya di Yogyakarta, Kyai menceritakan apa yang baru saja dilihatnya di Solo kepada para murid-muridnya. Seorang menteri Guru Bapak Romodirdjo yang ikut KH. Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa para pemuda itu ialah Pedvinder Mangkunegaran. Pedvinder adalah Organisasi anak anak yang mengikuti gerakan kepanduan. Mereka dilatih baris berbaris seperti militer, dilatih hidup sederhana, diberi pendidikan budipekerti dan diberi bimbingan untuk suka memberi pertolongan kepada orang lain.

Dengan cepat K.H.Ahmad Dahlan menjawab. Kalau begitu anak anak kita (Muhammadiyah) perlu diberi pendidikan semacam itu. Sikap Kyai yang senang terhadap cara baru itu mendapat sambutan para murid-muridnya dengan penuh semangat.

Salah satu murid K.H. Ahmad Dahlan yaitu Sarbini seorang guru SD. Muhammadiyah kebetulan pernah menjadi serdadu Belanda, dia mahir baris berbaris, mahir meniup terompet dan memukul tambur (genderang) serta pandai pula menggunakan senjata api. maka oleh Kyai, Pemuda Sarbini ditunjuk untuk melatih para Pemuda-pemuda Muhammadiyah. Sebagian Pemuda-pemudi tersebut ada yang mahir dalam mengadakan berbagai permainan dan olahraga. Maka jadilah para Pemuda Muhammadiyah terkumpul dalam satu organisasi kepanduan dengan pakaian seragam. Mereka berlatih dengan semangat dan penuh kegembiraan. Sejak saat itu berdirilah “Padvinder Muhammadiyah

Agar Padvinder Muhammadiyah lebih teratur maka dibentuklah pengurus yang terdiri :

Ketua : H. Muhtar

Wakil Ketua : R.H. Hadjid

Sekretaris : Somodirdjo

Keuangan : Abdul Hamid BKN.

Organisasi : Siradj Dahlan

Komandan : Sarbini Damiri

Pada waktu mulai berdirinya, Padvinder Muhammadiyah dalam latihan latihan masih menggunakan aba-aba bahasa Belanda, seperti yang digunakan oleh serdadu Belanda. Dalam perkembangannya setelah Padvinder Muhammadiyah lebih teratur maka aba-aba dalam latihan digunakan bahasa sendiri. Dengan cara ini maka tertanamlah semangat cinta tanah air.

Semua perlengkapan dan seragam ditentukan dan disesuaikan dengan jiwa dan semangat Muhammadiyah.

Warna baju : Coklat

Warna celana : Biru

Kedua warna tersebut yaitu coklat dan biru melambangkan warna tanah dan air. Hal ini dimaksudkan agar para Padvinder Muhammadiyah memiliki semangat cinta tanah air yaitu Indonesia.

Warna kacu leher : Hijau dengan di beri simbul matahari Muhammadiyah berwarna putih ditiap tiap sudutnya dituliskan H.W. singkatan dari Hizbul Wathan yang artinya cinta tanah air. Warna hijau pada kacu leher melambangkan kesuburan tanah air Indonesia. Secara resmi nama Padvinder Muhammadiyah diganti menjadi Hizbul Wathan yang berarti prajurit tanah air atau cinta tanah air.

Pelajaran kepanduan lebih disempurnakan disesuaikan dengan jiwa Muhamamdiyah. Pelajaran-pelajaran H.W. disamping baris berbaris yang sudah menggunakan aba-aba dengan bahasa daerah (Jawa) yang kemudian menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) maka pelajaran H.W. lebih ditekankan kepada memperdalam ibadah dan akhlaq Islam, ditambah dengan seni bela diri, PPPK.


Simbul H.W. juga ditentukan yaitu berupa kuncup bunga dengan tulisan :

“FASTABIQUL KHAIRAT”
artinya : Berlomba-lombalah dalam kebaikan, yang ditulis pada pita dibawahnya.

lagu Mars H.W. juga dibuatnya. Lagu tersebut mampu berkembang dengan pesatnya keseluruh tanah air. Dimana-mana orang mengenal Pandu H.W. Pandu yang bukan H.W. pun orang menyebutnya Pandu H.W. Sampai terjadi disuatu kota pandu cina juga disebut Pandu H.W. Begitulah gambaran terkenalnya H.W. pada waktu itu. Karena pesatnya H.W. maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah dianggap perlu membentuk bagian khusus yang mengurusi H.W. disebut dengan Majlis H.W. secara resmi Bagian atau Majlis H.W. dibentuk pada tahun 1924.

Kemudian pada Muktamar Muhammadiyah ke-20 di Makassar. dibentuk pula Muhammadiyah Bagian Pemuda dibentuk untuk menampung Pemuda Pemuda yang aktif di Muhammadiyah tapi kurang tertarik dengan H.W. Banyak para asuhan H.W. ketika meletus perang Kemerdekaan menerjunkan diri kedalam militer memanggul senjata melawan Belanda yang berusaha menjajah kembali bangsa Indonesia. Panglima Besar TNI yang pertama ialah seorang anak hasil didikan H.W. dan seorang pemimpin H.W. di Banyumas.

Pada tanggal 10 Maret 1961 Presiden Soekarno memanggil para Pandu pandu Indonesia yang jumlahnya tidak kurang dari 60 pandu. Presiden menyampaikan amanatnya bahwa adanya banyak perkumpulan pandu pandu di Indonesia tidak mencerminkan adanya persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu pandu pandu harus bersedia meleburkan diri dalam satu wadah Kepanduan saja yaitu yang diberi nama Pramuka (Praja Muda Karana). Kemauan Presiden tidak bisa di tolak lagi. Dengan rasa berat hati para Pimpinan Pandu-pandu yang terpaksa menerima yang menjadi kehendak Presiden Soekarno.

Maka pada tanggal 28 Syawal tahun 1380 H, bertepatan dengan tanggal 15 Maret 1961 para pandu-pandu yang ada membubarkan diri dan meleburkan diri dalam satu wadah Kepaduan yaitu Pramuka yang sekarang ada. Pada tanggal tersebut sungguh suatu peristiwa yang bersejarah dan mengharukan bagi pandu pandu di Indonesia. Bendera pandu-pandu diturunkan dan diganti dengan pandu Pramuka dengan gambar Tunas Kelapa.

Akan tetapi dalam perjalanan waktu seiring bergulirnya reformasi dan runtuhnya rezim Orde baru, di tahun 1998, maka kepanduan generasi muda Muhammadiyah itu berubah kembali ke bentuk asal dan memisahkan diri dari Pramuka dan berubah nama menjadi Hizbul Wathan Seperti sekarang ini.

Majulah HW, majulah generasi muda Muhammadiyah........

KHITTAH PERJUANGAN PEMUDA MUHAMMADIYAH


I. Pendahuluan

Secara etimologis, kata khittah berasal dari derivasi bahasa Arab- خِـطةً - يَخُطﱡ – خَطﱠ yang berarti rencana, jalan, atau garis (Kamus Al-Munawwir). Dengan demikian, khittah perjuangan dapat diartikan sebagai rencana, jalan, atau garis perjuangan Pemuda Muhammadiyah dalam mewujudkan misi dan cita-cita gerakannya.

Khittah perjuangan Pemuda Muhammadiyah berisi pokok-pokok pikiran yang diharapkan dapat menjadi garis perjuangan gerakan Pemuda Muhammadiyah ke depan. Di dalam rumusan Khittah Perjuangan ini terkandung aspek pembaruan sekaligus kesinambungan. Aspek pembaruan diarahkan pada upaya peneguhan eksistensi Pemuda Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mampu menyelesaikan problematika umat Islam, khususnya mereka yang bernaung di bawah panji-panji persyarikatan Muhammadiyah. Sementara aspek kesinambungan merupakan upaya mempertahankan capaian-capaian positif yang selama ini dilakukan oleh Pemuda Muhammadiyah.

Khittah Perjuangan Pemuda Muhammadiyah diharapkan bukan hanya sekedar retorika yang kaya wacana tetapi miskin kerja nyata. Melalui khittah, gerakan Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemulihan krisis yang telah lama menghimpit sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Sudah saatnya Pemuda Muhammadiyah bangkit sebagai kekuatan terdepan di dalam merespon dan menyikapi dinamika zaman. Pemuda Muhammadiyah harus tekun, rajin, dan cerdas dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok. Dalam konteks ini, firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat 18 berikut ini perlu menjadi pijakan dalam setiap gerak dan langkah Pemuda Muhammadiyah :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Secara objektif, perumusan khittah perjuangan Pemuda Muhammadiyah didorong oleh faktor internal dan eksternal organisasi. Faktor internal merujuk pada evaluasi dan otokritik terhadap kiprah organisasi di dalam melayani umat Islam dan masyarakat lain pada umumnya.

Sedangkan faktor eksternal merujuk pada fenomena perubahan dunia yang menuntut setiap orang untuk terlibat aktif dalam mewarnai perkembangan peradaban. Kompetisi dan persaingan dalam seluruh aspek kehidupan harus dihadapi, bukan dihindari.

Sejalan dengan itu, motto perjuangan Pemuda Muhammadiyah “FASTABIQUL KHAIRAT” harus kembali menjadi spirit dan landasan gerak bagi setiap aktivitas dan kreativitas yang dilakukan oleh kader-kader Pemuda Muhammadiyah di semua level kepemimpinan. Dengan semangat ini, Pemuda Muhammadiyah harus tampil sebagai pelopor dalam mewujudkan pencerahan peradaban dan pembebasan umat dari keterkungkungan kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan. Semua itu harus menjadi cita-cita umat yang semestinya diperjuangkan secara kolektif tanpa memandang perbedaan suku, ras, tingkat pendidikan, bahkan agama.

II. Doktrin Perjuangan

Pemuda Muhammadiyah melandasi kiprah perjuangannya pada cita-cita Muhammadiyah untuk menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sehingga seluruh gerakan Pemuda Muhammadiyah diarahkan pada upaya akselerasi pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian, dimensi keagamaan, keilmuan, dan kemasyarakatan yang menjadi inspirasi perjuangan Muhammadiyah selama ini harus dijadikan ruh pergerakan Pemuda Muhammadiyah.

Pada tataran praktis, Pemuda Muhammadiyah meneguhkan doktrin perjuangannya melalui upaya:

Pertama, mempertegas komitmen dan jati dirinya pada pemberdayaan umat di seluruh sektor kehidupan.

Kedua, melakukan rekruitmen kader-kader berkualitas secara proaktif di tengah-tengah masyarakat dengan cara melibatkan mereka pada setiap pelaksanaan program-program kerja Pemuda Muhammadiyah.

Ketiga, meningkatkan kapasitas dan kualitas para kader melalui jenjang pendidikan kader yang terencana secara sistematis dan berkesinambungan.

III. Dimensi-dimensi Perjuangan

A. Dimensi Keagamaan

Pada dimensi keagamaan, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat berperan aktif dalam menggiring umat ke posisi arus tengah Islam (ummatan wa syatha). Dengan posisi ini, umat Islam tidak terjebak dalam skenario yang dimainkan oleh pihak lain yang kerapkali bertujuan untuk memecah belah umat Islam. Sudah saatnya umat Islam dikembalikan pada satu cita-cita, yaitu membebaskan manusia dari setiap patologi sosial dan penyakit peradaban yang selama ini merasuki alam pikiran manusia modern. Untuk itu, seluruh kader Pemuda Muhammadiyah harus menebar pesona Islam di setiap waktu dan tempat dengan cara melaksanakan ajaran Islam secara total sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang berbunyi:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara total, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Untuk melaksanakan ajaran Islam secara total, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat mengaktifkan kembali gerakan dakwah jama’ah dengan menjadikan masjid sebagai pusat informasi dan komunikasi antar aktivis. Dakwah jama’ah diperlukan bukan hanya untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah di kalangan aktivis pemuda, tetapi lebih dari itu da’wah jama’ah juga diharapkan mampu melindungi persyarikatan Muhammadiyah dari upaya “penyusupan” yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu di kalangan umat Islam yang memiliki kiprah dan ideologi yang berbeda dengan Muhammadiyah.

Selain itu, Pemuda Muhammadiyah harus memperluas jaringan dakwahnya ke seluruh masyarakat hingga menyentuh berbagai suku, ras, budaya dan adat istiadat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Jalan yang dapat ditempuh adalah dengan menghidupkan gerakan dakwah kultural yang juga berfungsi sebagai sebagai salah satu sarana perekrutan kader-kader persyarikatan.

Dalam tatanan kehidupan beragama di tengah komunitas umat Islam, Pemuda Muhammadiyah harus mampu menampilkan dirinya sebagai teladan dalam menjembatani sekaligus memediasi setiap perbedaan pandangan, penafsiran, dan praktek keagamaan yang terjadi di kalangan umat Islam.

Pemuda Muhammadiyah harus mampu merajut dan merekatkan ukhuwah Islamiyah dengan cara mengajak semua pihak untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara bersama-sama.

Seiring dengan itu, Pemuda Muhammadiyah dituntut agar selalu menjadi inspirator dan motivator dalam mengembangkan dakwah Islam yang humanis, terbuka, dan mencerahkan. Pemuda Muhammadiyah menolak secara tegas segala tindak kekerasan atas nama agama dalam memperjuangkan dan menegakkan agama Islam. Agama Islam harus disampaikan dengan cara damai, santun, dan beradab agar Islam benar-benar tampil sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).

Terkait dengan heterogenitas agama di Indonesia, Pemuda Muhammadiyah harus membuka diri untuk selalu melakukan dialog antar umat beragama. Cara yang paling efektif untuk dilakukan adalah menjalin kerjasama lintas agama dalam kerja-kerja kemanusiaan. Pemuda Muhammadiyah dapat memulai gerakan ini dengan menciptakan musuh bersama (common enemy) agama-agama berupa kebodohan, kemiskinan, krisis lingkungan, bencana alam, penyakit menular, narkotika, dan lain-lain.
B. Dimensi sosial

Pada dimensi sosial, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam merajut kohesivitas sosial dengan seluruh komponen bangsa. Dengan kohesivitas sosial yang baik, seluruh anak bangsa akan dapat bekerja sama dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih menjanjikan. Kohesivitas sosial hanya dapat diwujudkan jika keadilan dapat ditegakkan pada seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah harus berani melawan setiap ketidakadilan yang terjadi baik yang dilakukan secara personal maupun yang diorganisir secara struktural. Pemuda Muhammadiyah berpandangan bahwa bangsa ini hanya dapat berdiri dengan kokoh atas dasar prinsip-prinsip keadilan sebagaimana telah diperintahkan Allah dalam surat Al-Nisaa’ ayat 58 yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, Pemuda Muhammadiyah mendasarkan pokok perjuangannya kepada empat macam persoalan mendasar. Pertama, rendahnya kualitas dan tidak meratanya akses pendidikan bagi semua anak bangsa. Berkenaan dengan hal ini, Pemuda Muhammadiyah dituntut untuk melakukan terobosan-terobosan baru dalam memperjuangkan kualitas dan kuantitas lembaga-lembaga pendidikan. Di samping itu, Pemuda Muhammadiyah juga dituntut untuk selalu mengikuti, mengkritisi, sekaligus memberikan masukan konstruktif pada setiap produk regulasi pendidikan yang ditetapkan pemerintah.

Kedua, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk menjawab masalah ini, Pemuda Muhammadiyah dituntut agar selalu berperan aktif dalam memperjuangkan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana pelayanan kesehatan, peningkatan kuantitas anggaran pembiayaan kesehatan, dan sosialisasi pola dan gaya hidup sehat.

Ketiga, tingginya angka pengangguran dan maraknya tindak kriminalitas. Menyikapi masalah ini, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat berpartispasi aktif dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung setiap usaha semua pihak yang diarahkan pada upaya perbaikan taraf hidup rakyat.

Keempat, rendahnya moral dan akhlak anak bangsa. Terkait masalah ini, Pemuda Muhammadiyah harus memprakarsai berbagai macam program yang berorientasi pada upaya revitalisasi akhlak dan moral bangsa. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara menghidupkan kembali ajaran agama sebagai basis utama pertahanan akhlak dan moral. Selain itu, kearifan-kearifan lokal yang dijadikan sebagai panutan di masa lalu dapat dijadikan tawaran alternatif dalam mengimbangi moralitas sekuler, hedonis, dan materialis akibat perkembangan informasi dan teknologi serta arus globalisasi yang tidak terkendali.

C. Dimensi Ekonomi

Dimensi eknomi merupakan elan vital yang harus menjadi fokus perhatian utama Pemuda Muhammadiyah. Secara umum, tingkat ekonomi umat Islam masih berada di bawah tingkat ekonomi umat beragama lain. Fakta empiris menunjukkan bahwa saat ini umat Islam cenderung dijadikan sebagai sasaran market paling empuk dari negara-negara produsen. Umat Islam sama sekali tidak mampu bersaing dalam pasar global yang semakin hari semakin kompetitif. Padahal, ajaran Islam mengharuskan umat Islam untuk tidak hanya memperhatikan persoalan-persoalan ukhrawi semata, tetapi juga harus memperhatikan persoalan-persoalan duniawi sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qashas ayat 77 yang berbunyi:

Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Melalui refleksi yang cukup dalam terhadap ayat tersebut, Pemuda Muhammadiyah merasa terpanggil untuk segera mencari solusi dalam memberdayakan ekonomi umat Islam. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengembangkan sistem ekonomi syariah pada seluruh dimensi ekonomi umat sebagai antitesis terhadap sistem ekonomi kapitalis yang selama ini “menjajah” umat Islam. Pengembangan ekonomi syariah dapat dilakukan dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pemberdayaan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) baik formal seperti bank, asuransi, zakat, infaq, shadaqah, dan koperasi maupun informal seperti pendirian lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berorientasi pada pemberdayaan ekonomi umat pada sektor pertanian, perikanan, dan unit-unit ekonomi kerakyatan lainnya.

Sejalan dengan itu, Pemuda Muhammadiyah juga dituntut untuk mendidik kader-kadernya agar siap diterjunkan ke dunia usaha sebagai pejuang-pejuang ekonomi umat di tengah-tengah masyarakat. Dalam konteks ini, potensi jaringan Pemuda Muhammadiyah secara nasional perlu dikembangkan sehingga memiliki daya saing yang cukup tangguh dalam menggerakkan perekenomian umat. Potensi lain yang dapat dikembangkan adalah pemberdayaan institusi-institusi Islam seperti mesjid, sekolah-sekolah Islam, majlis ta’lim, dan Islamic center sebagai pusat perekonomian umat.

D. Dimensi Politik

Pemuda Muhammadiyah berpandangan bahwa agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah menilai bahwa politik dan berpolitik bukanlah hal yang dilarang oleh agama. Dan Pemuda Muhammadiyah bukanlah organisasi apolitik. Bahkan sebaliknya, Pemuda Muhammadiyah menjadikan politik sebagai salah satu sarana dakwah yang paling efektif dalam membumikan kehendak Tuhan di muka bumi. Namun demikian, Pemuda Muhammadiyah meyakini bahwa kekuasaan politik merupakan ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman-Nya dalam surat al-An’am ayat 165 yang berbunyi:

Artinya : Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di muka bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Oleh karena kekuasaan politik merupakan bagian dari ujian Allah, maka Pemuda Muhammadiyah harus mengarahkan perjuangan politiknya bagi kepentingan Islam dan umat Islam. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemuda Muhammadiyah dituntut melakukan langkah-langkah sistematis dan strategis melalui empat strategi dan lapangan perjuangan politik yaitu: Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara.

Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara.

Ketiga, mengelola fragmentasi potensi dan kekuatan politik secara baik dan benar agar seluruh kepentingan umat Islam dapat terakomodasi secara maksimal. Bila usaha untuk mempersatukan partai-partai politik Islam di bawah satu bendera sulit dilakukan, maka hal yang paling mungkin dilakukan adalah mempersatukan politisi Islam di lembaga-lembaga legislatif mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Meskipun kenderaan politik berbeda, namun tujuan dan orientasinya haruslah tetap sama.

Keempat, pembumian nilai-nilai keislaman di jalur kultural (cultural approach). Melalui lahan ini, Pemuda Muhammadiyah memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan energi sumber daya umat sebagai basis penguatan civil society. Target akhir yang ingin dicapai adalah agar Pemuda Muhammadiyah dapat menyalurkan aspirasi politiknya secara maksimal dalam menjaga kelangsungan agama sekaligus menata kehidupan dunia (hirasat al-din wa siyasat al-dunya).

E. Dimensi Kebudayaan dan Peradaban

Melalui kalkulasi sederhana, Pemuda Muhammadiyah memandang bahwa peradaban Barat lebih maju dari peradaban Islam, antara lain dibuktikan dengan perkembangan ekonomi, teknologi, dan stabilitas kehidupan sosial-politik yang dicapai Barat. Dengan menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat fisik material, fenomena kebangkitan peradaban Barat merupakan keniscayaan.

Namun bila dikaji lebih dalam, kemajuan sains dan teknologi yang menjadi basis fundamental bangunan peradaban Barat justru telah menelantarkan dunia di ambang pintu krisis global yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Krisis global yang dihadapi umat manusia di planet ini telah menyentuh hampir seluruh dimensi kehidupan seperti bidang kesehatan, teknologi, ekonomi, politik, ekologi, dan hubungan sosial. Krisis juga melanda dimensi-dimensi intelektual, moral, dan spiritual. Anehnya, peradaban Barat ini dijadikan sebagai cermin yang harus diikuti oleh semua negara, termasuk negara-negara Islam. Inilah yang menyebabkan rapuhnya fondasi peradaban dunia secara global.

Kerapuhan fondasi peradaban Barat itu merupakan peluang besar bagi Pemuda Muhammadiyah untuk membangun peradaban alternatif yang berdimensi moral dan spiritual. Agenda utama yang harus dikedepankan antara lain membangun kesadaran eksistensial manusia yang tidak terpisahkan dari Tuhan. Keyakinan terhadap kehadiran

Tuhan dalam seluruh dimensi kehidupan akan memberikan kekuatan sekaligus kedamaian dalam hati setiap manusia yang menjadi aktor pendukung setiap kebudayaan.

Bertolak dari realitas obyektif di atas, Pemuda Muhammadiyah dituntut untuk mewujudkan peradaban Islam masa depan dengan melakukan upaya-upaya rekonstruktif melalui upaya pembumian wahyu melalui kontekstualisasi ajaran Islam. Kontekstualisasi ajaran Islam tentu saja harus dibarengi dengan upaya eksplorasi ilmu pengetahuan (scientific exploration). Di samping itu, Pemuda Muhammadiyah juga harus mengambil peran dalam upaya mencari penemuan-penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan (scientific discovery). Dengan ilmu pengetahuan yang berorientasi ilahiyah-lah, tatanan kebudayaan dan peradaban dunia dapat diwujudkan secara baik.

I. Penutup

Khittah perjuangan ini harus dapat mencerminkan kemandirian Pemuda Muhammadiyah dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi modern yang berorientasi masa depan. Selain itu, Khittah perjuangan ini harus menjadi variabel pengubah kultur atau budaya berorganisasi kader-kader Pemuda Muhammadiyah ke arah yang lebih baik. Agar kultur dan budaya hasanah merekat dalam setiap nadi gerakan Pemuda Muhammadiyah, maka diperlukan upaya pembumian semangat saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran dan saling berlomba untuk menuju cinta dan kasih sayang Allah.

Ya Ilahi anta Maqshudana, wa ridhaka mathlubana.