PEMUDA MUHAMMADIYAH KEBUMEN MEMBANGUN BANGSA DENGAN AKHLAK MULIA

Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baiklah badan itu seluruhnya. Dan apabila itu rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah, itu adalah hati (al-qalb)” [HR. Bukhari dan Muslim]

Rabu, 09 Maret 2011

SEJARAH PEMUDA MUHAMMADIYAH

Perhatian K.H. Ahmad Dahlan kepada para Pemuda sangat istimewa. Pemuda pemuda Kauman yang terkenal bandel, oleh Kyai didekatinya dengan baik. Mereka berhasil dikumpulkan dan dihimpun dalam satu perkumpulan dan diberi nama “SISWO PROYO”. Mereka diberi pendidikan agama dan budi pekerti serta ketrampilan.

Sekitar tahun 1918 KH. Ahmad Dahlan pergi bertabligh ke Solo. Ketika beliau lewat di muka istana Mangkunegaran Solo, Beliau sempat melihat para Pemuda pemudi remaja berbaris dengan tertib dan rapi. Pakaian mereka seragam bertopi dan dilehernya melihat saputangan yang seragam pula.Mereka kelihatan gagah dan selalu gembira riang.

Sesampainya di Yogyakarta, Kyai menceritakan apa yang baru saja dilihatnya di Solo kepada para murid-muridnya. Seorang menteri Guru Bapak Romodirdjo yang ikut KH. Ahmad Dahlan menjelaskan bahwa para pemuda itu ialah Pedvinder Mangkunegaran. Pedvinder adalah Organisasi anak anak yang mengikuti gerakan kepanduan. Mereka dilatih baris berbaris seperti militer, dilatih hidup sederhana, diberi pendidikan budipekerti dan diberi bimbingan untuk suka memberi pertolongan kepada orang lain.

Dengan cepat K.H.Ahmad Dahlan menjawab. Kalau begitu anak anak kita (Muhammadiyah) perlu diberi pendidikan semacam itu. Sikap Kyai yang senang terhadap cara baru itu mendapat sambutan para murid-muridnya dengan penuh semangat.

Salah satu murid K.H. Ahmad Dahlan yaitu Sarbini seorang guru SD. Muhammadiyah kebetulan pernah menjadi serdadu Belanda, dia mahir baris berbaris, mahir meniup terompet dan memukul tambur (genderang) serta pandai pula menggunakan senjata api. maka oleh Kyai, Pemuda Sarbini ditunjuk untuk melatih para Pemuda-pemuda Muhammadiyah. Sebagian Pemuda-pemudi tersebut ada yang mahir dalam mengadakan berbagai permainan dan olahraga. Maka jadilah para Pemuda Muhammadiyah terkumpul dalam satu organisasi kepanduan dengan pakaian seragam. Mereka berlatih dengan semangat dan penuh kegembiraan. Sejak saat itu berdirilah “Padvinder Muhammadiyah

Agar Padvinder Muhammadiyah lebih teratur maka dibentuklah pengurus yang terdiri :

Ketua : H. Muhtar

Wakil Ketua : R.H. Hadjid

Sekretaris : Somodirdjo

Keuangan : Abdul Hamid BKN.

Organisasi : Siradj Dahlan

Komandan : Sarbini Damiri

Pada waktu mulai berdirinya, Padvinder Muhammadiyah dalam latihan latihan masih menggunakan aba-aba bahasa Belanda, seperti yang digunakan oleh serdadu Belanda. Dalam perkembangannya setelah Padvinder Muhammadiyah lebih teratur maka aba-aba dalam latihan digunakan bahasa sendiri. Dengan cara ini maka tertanamlah semangat cinta tanah air.

Semua perlengkapan dan seragam ditentukan dan disesuaikan dengan jiwa dan semangat Muhammadiyah.

Warna baju : Coklat

Warna celana : Biru

Kedua warna tersebut yaitu coklat dan biru melambangkan warna tanah dan air. Hal ini dimaksudkan agar para Padvinder Muhammadiyah memiliki semangat cinta tanah air yaitu Indonesia.

Warna kacu leher : Hijau dengan di beri simbul matahari Muhammadiyah berwarna putih ditiap tiap sudutnya dituliskan H.W. singkatan dari Hizbul Wathan yang artinya cinta tanah air. Warna hijau pada kacu leher melambangkan kesuburan tanah air Indonesia. Secara resmi nama Padvinder Muhammadiyah diganti menjadi Hizbul Wathan yang berarti prajurit tanah air atau cinta tanah air.

Pelajaran kepanduan lebih disempurnakan disesuaikan dengan jiwa Muhamamdiyah. Pelajaran-pelajaran H.W. disamping baris berbaris yang sudah menggunakan aba-aba dengan bahasa daerah (Jawa) yang kemudian menggunakan bahasa Melayu (Indonesia) maka pelajaran H.W. lebih ditekankan kepada memperdalam ibadah dan akhlaq Islam, ditambah dengan seni bela diri, PPPK.


Simbul H.W. juga ditentukan yaitu berupa kuncup bunga dengan tulisan :

“FASTABIQUL KHAIRAT”
artinya : Berlomba-lombalah dalam kebaikan, yang ditulis pada pita dibawahnya.

lagu Mars H.W. juga dibuatnya. Lagu tersebut mampu berkembang dengan pesatnya keseluruh tanah air. Dimana-mana orang mengenal Pandu H.W. Pandu yang bukan H.W. pun orang menyebutnya Pandu H.W. Sampai terjadi disuatu kota pandu cina juga disebut Pandu H.W. Begitulah gambaran terkenalnya H.W. pada waktu itu. Karena pesatnya H.W. maka Pimpinan Pusat Muhammadiyah dianggap perlu membentuk bagian khusus yang mengurusi H.W. disebut dengan Majlis H.W. secara resmi Bagian atau Majlis H.W. dibentuk pada tahun 1924.

Kemudian pada Muktamar Muhammadiyah ke-20 di Makassar. dibentuk pula Muhammadiyah Bagian Pemuda dibentuk untuk menampung Pemuda Pemuda yang aktif di Muhammadiyah tapi kurang tertarik dengan H.W. Banyak para asuhan H.W. ketika meletus perang Kemerdekaan menerjunkan diri kedalam militer memanggul senjata melawan Belanda yang berusaha menjajah kembali bangsa Indonesia. Panglima Besar TNI yang pertama ialah seorang anak hasil didikan H.W. dan seorang pemimpin H.W. di Banyumas.

Pada tanggal 10 Maret 1961 Presiden Soekarno memanggil para Pandu pandu Indonesia yang jumlahnya tidak kurang dari 60 pandu. Presiden menyampaikan amanatnya bahwa adanya banyak perkumpulan pandu pandu di Indonesia tidak mencerminkan adanya persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu pandu pandu harus bersedia meleburkan diri dalam satu wadah Kepanduan saja yaitu yang diberi nama Pramuka (Praja Muda Karana). Kemauan Presiden tidak bisa di tolak lagi. Dengan rasa berat hati para Pimpinan Pandu-pandu yang terpaksa menerima yang menjadi kehendak Presiden Soekarno.

Maka pada tanggal 28 Syawal tahun 1380 H, bertepatan dengan tanggal 15 Maret 1961 para pandu-pandu yang ada membubarkan diri dan meleburkan diri dalam satu wadah Kepaduan yaitu Pramuka yang sekarang ada. Pada tanggal tersebut sungguh suatu peristiwa yang bersejarah dan mengharukan bagi pandu pandu di Indonesia. Bendera pandu-pandu diturunkan dan diganti dengan pandu Pramuka dengan gambar Tunas Kelapa.

Akan tetapi dalam perjalanan waktu seiring bergulirnya reformasi dan runtuhnya rezim Orde baru, di tahun 1998, maka kepanduan generasi muda Muhammadiyah itu berubah kembali ke bentuk asal dan memisahkan diri dari Pramuka dan berubah nama menjadi Hizbul Wathan Seperti sekarang ini.

Majulah HW, majulah generasi muda Muhammadiyah........

KHITTAH PERJUANGAN PEMUDA MUHAMMADIYAH


I. Pendahuluan

Secara etimologis, kata khittah berasal dari derivasi bahasa Arab- Ø®ِـطةً - ÙŠَØ®ُطﱡ – Ø®َØ·ï±  yang berarti rencana, jalan, atau garis (Kamus Al-Munawwir). Dengan demikian, khittah perjuangan dapat diartikan sebagai rencana, jalan, atau garis perjuangan Pemuda Muhammadiyah dalam mewujudkan misi dan cita-cita gerakannya.

Khittah perjuangan Pemuda Muhammadiyah berisi pokok-pokok pikiran yang diharapkan dapat menjadi garis perjuangan gerakan Pemuda Muhammadiyah ke depan. Di dalam rumusan Khittah Perjuangan ini terkandung aspek pembaruan sekaligus kesinambungan. Aspek pembaruan diarahkan pada upaya peneguhan eksistensi Pemuda Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mampu menyelesaikan problematika umat Islam, khususnya mereka yang bernaung di bawah panji-panji persyarikatan Muhammadiyah. Sementara aspek kesinambungan merupakan upaya mempertahankan capaian-capaian positif yang selama ini dilakukan oleh Pemuda Muhammadiyah.

Khittah Perjuangan Pemuda Muhammadiyah diharapkan bukan hanya sekedar retorika yang kaya wacana tetapi miskin kerja nyata. Melalui khittah, gerakan Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemulihan krisis yang telah lama menghimpit sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Sudah saatnya Pemuda Muhammadiyah bangkit sebagai kekuatan terdepan di dalam merespon dan menyikapi dinamika zaman. Pemuda Muhammadiyah harus tekun, rajin, dan cerdas dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok. Dalam konteks ini, firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat 18 berikut ini perlu menjadi pijakan dalam setiap gerak dan langkah Pemuda Muhammadiyah :

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok; dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Secara objektif, perumusan khittah perjuangan Pemuda Muhammadiyah didorong oleh faktor internal dan eksternal organisasi. Faktor internal merujuk pada evaluasi dan otokritik terhadap kiprah organisasi di dalam melayani umat Islam dan masyarakat lain pada umumnya.

Sedangkan faktor eksternal merujuk pada fenomena perubahan dunia yang menuntut setiap orang untuk terlibat aktif dalam mewarnai perkembangan peradaban. Kompetisi dan persaingan dalam seluruh aspek kehidupan harus dihadapi, bukan dihindari.

Sejalan dengan itu, motto perjuangan Pemuda Muhammadiyah “FASTABIQUL KHAIRAT” harus kembali menjadi spirit dan landasan gerak bagi setiap aktivitas dan kreativitas yang dilakukan oleh kader-kader Pemuda Muhammadiyah di semua level kepemimpinan. Dengan semangat ini, Pemuda Muhammadiyah harus tampil sebagai pelopor dalam mewujudkan pencerahan peradaban dan pembebasan umat dari keterkungkungan kemiskinan, kebodohan, dan ketidakadilan. Semua itu harus menjadi cita-cita umat yang semestinya diperjuangkan secara kolektif tanpa memandang perbedaan suku, ras, tingkat pendidikan, bahkan agama.

II. Doktrin Perjuangan

Pemuda Muhammadiyah melandasi kiprah perjuangannya pada cita-cita Muhammadiyah untuk menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sehingga seluruh gerakan Pemuda Muhammadiyah diarahkan pada upaya akselerasi pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian, dimensi keagamaan, keilmuan, dan kemasyarakatan yang menjadi inspirasi perjuangan Muhammadiyah selama ini harus dijadikan ruh pergerakan Pemuda Muhammadiyah.

Pada tataran praktis, Pemuda Muhammadiyah meneguhkan doktrin perjuangannya melalui upaya:

Pertama, mempertegas komitmen dan jati dirinya pada pemberdayaan umat di seluruh sektor kehidupan.

Kedua, melakukan rekruitmen kader-kader berkualitas secara proaktif di tengah-tengah masyarakat dengan cara melibatkan mereka pada setiap pelaksanaan program-program kerja Pemuda Muhammadiyah.

Ketiga, meningkatkan kapasitas dan kualitas para kader melalui jenjang pendidikan kader yang terencana secara sistematis dan berkesinambungan.

III. Dimensi-dimensi Perjuangan

A. Dimensi Keagamaan

Pada dimensi keagamaan, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat berperan aktif dalam menggiring umat ke posisi arus tengah Islam (ummatan wa syatha). Dengan posisi ini, umat Islam tidak terjebak dalam skenario yang dimainkan oleh pihak lain yang kerapkali bertujuan untuk memecah belah umat Islam. Sudah saatnya umat Islam dikembalikan pada satu cita-cita, yaitu membebaskan manusia dari setiap patologi sosial dan penyakit peradaban yang selama ini merasuki alam pikiran manusia modern. Untuk itu, seluruh kader Pemuda Muhammadiyah harus menebar pesona Islam di setiap waktu dan tempat dengan cara melaksanakan ajaran Islam secara total sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 208 yang berbunyi:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara total, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Untuk melaksanakan ajaran Islam secara total, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat mengaktifkan kembali gerakan dakwah jama’ah dengan menjadikan masjid sebagai pusat informasi dan komunikasi antar aktivis. Dakwah jama’ah diperlukan bukan hanya untuk meningkatkan ukhuwah Islamiyah di kalangan aktivis pemuda, tetapi lebih dari itu da’wah jama’ah juga diharapkan mampu melindungi persyarikatan Muhammadiyah dari upaya “penyusupan” yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu di kalangan umat Islam yang memiliki kiprah dan ideologi yang berbeda dengan Muhammadiyah.

Selain itu, Pemuda Muhammadiyah harus memperluas jaringan dakwahnya ke seluruh masyarakat hingga menyentuh berbagai suku, ras, budaya dan adat istiadat yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Jalan yang dapat ditempuh adalah dengan menghidupkan gerakan dakwah kultural yang juga berfungsi sebagai sebagai salah satu sarana perekrutan kader-kader persyarikatan.

Dalam tatanan kehidupan beragama di tengah komunitas umat Islam, Pemuda Muhammadiyah harus mampu menampilkan dirinya sebagai teladan dalam menjembatani sekaligus memediasi setiap perbedaan pandangan, penafsiran, dan praktek keagamaan yang terjadi di kalangan umat Islam.

Pemuda Muhammadiyah harus mampu merajut dan merekatkan ukhuwah Islamiyah dengan cara mengajak semua pihak untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara bersama-sama.

Seiring dengan itu, Pemuda Muhammadiyah dituntut agar selalu menjadi inspirator dan motivator dalam mengembangkan dakwah Islam yang humanis, terbuka, dan mencerahkan. Pemuda Muhammadiyah menolak secara tegas segala tindak kekerasan atas nama agama dalam memperjuangkan dan menegakkan agama Islam. Agama Islam harus disampaikan dengan cara damai, santun, dan beradab agar Islam benar-benar tampil sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin).

Terkait dengan heterogenitas agama di Indonesia, Pemuda Muhammadiyah harus membuka diri untuk selalu melakukan dialog antar umat beragama. Cara yang paling efektif untuk dilakukan adalah menjalin kerjasama lintas agama dalam kerja-kerja kemanusiaan. Pemuda Muhammadiyah dapat memulai gerakan ini dengan menciptakan musuh bersama (common enemy) agama-agama berupa kebodohan, kemiskinan, krisis lingkungan, bencana alam, penyakit menular, narkotika, dan lain-lain.
B. Dimensi sosial

Pada dimensi sosial, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam merajut kohesivitas sosial dengan seluruh komponen bangsa. Dengan kohesivitas sosial yang baik, seluruh anak bangsa akan dapat bekerja sama dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih menjanjikan. Kohesivitas sosial hanya dapat diwujudkan jika keadilan dapat ditegakkan pada seluruh sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah harus berani melawan setiap ketidakadilan yang terjadi baik yang dilakukan secara personal maupun yang diorganisir secara struktural. Pemuda Muhammadiyah berpandangan bahwa bangsa ini hanya dapat berdiri dengan kokoh atas dasar prinsip-prinsip keadilan sebagaimana telah diperintahkan Allah dalam surat Al-Nisaa’ ayat 58 yang berbunyi:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

Dalam rangka mewujudkan keadilan sosial, Pemuda Muhammadiyah mendasarkan pokok perjuangannya kepada empat macam persoalan mendasar. Pertama, rendahnya kualitas dan tidak meratanya akses pendidikan bagi semua anak bangsa. Berkenaan dengan hal ini, Pemuda Muhammadiyah dituntut untuk melakukan terobosan-terobosan baru dalam memperjuangkan kualitas dan kuantitas lembaga-lembaga pendidikan. Di samping itu, Pemuda Muhammadiyah juga dituntut untuk selalu mengikuti, mengkritisi, sekaligus memberikan masukan konstruktif pada setiap produk regulasi pendidikan yang ditetapkan pemerintah.

Kedua, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk menjawab masalah ini, Pemuda Muhammadiyah dituntut agar selalu berperan aktif dalam memperjuangkan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana pelayanan kesehatan, peningkatan kuantitas anggaran pembiayaan kesehatan, dan sosialisasi pola dan gaya hidup sehat.

Ketiga, tingginya angka pengangguran dan maraknya tindak kriminalitas. Menyikapi masalah ini, Pemuda Muhammadiyah diharapkan dapat berpartispasi aktif dalam menciptakan lapangan kerja dan mendukung setiap usaha semua pihak yang diarahkan pada upaya perbaikan taraf hidup rakyat.

Keempat, rendahnya moral dan akhlak anak bangsa. Terkait masalah ini, Pemuda Muhammadiyah harus memprakarsai berbagai macam program yang berorientasi pada upaya revitalisasi akhlak dan moral bangsa. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara menghidupkan kembali ajaran agama sebagai basis utama pertahanan akhlak dan moral. Selain itu, kearifan-kearifan lokal yang dijadikan sebagai panutan di masa lalu dapat dijadikan tawaran alternatif dalam mengimbangi moralitas sekuler, hedonis, dan materialis akibat perkembangan informasi dan teknologi serta arus globalisasi yang tidak terkendali.

C. Dimensi Ekonomi

Dimensi eknomi merupakan elan vital yang harus menjadi fokus perhatian utama Pemuda Muhammadiyah. Secara umum, tingkat ekonomi umat Islam masih berada di bawah tingkat ekonomi umat beragama lain. Fakta empiris menunjukkan bahwa saat ini umat Islam cenderung dijadikan sebagai sasaran market paling empuk dari negara-negara produsen. Umat Islam sama sekali tidak mampu bersaing dalam pasar global yang semakin hari semakin kompetitif. Padahal, ajaran Islam mengharuskan umat Islam untuk tidak hanya memperhatikan persoalan-persoalan ukhrawi semata, tetapi juga harus memperhatikan persoalan-persoalan duniawi sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qashas ayat 77 yang berbunyi:

Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Melalui refleksi yang cukup dalam terhadap ayat tersebut, Pemuda Muhammadiyah merasa terpanggil untuk segera mencari solusi dalam memberdayakan ekonomi umat Islam. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah mengembangkan sistem ekonomi syariah pada seluruh dimensi ekonomi umat sebagai antitesis terhadap sistem ekonomi kapitalis yang selama ini “menjajah” umat Islam. Pengembangan ekonomi syariah dapat dilakukan dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) melalui pemberdayaan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) baik formal seperti bank, asuransi, zakat, infaq, shadaqah, dan koperasi maupun informal seperti pendirian lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang berorientasi pada pemberdayaan ekonomi umat pada sektor pertanian, perikanan, dan unit-unit ekonomi kerakyatan lainnya.

Sejalan dengan itu, Pemuda Muhammadiyah juga dituntut untuk mendidik kader-kadernya agar siap diterjunkan ke dunia usaha sebagai pejuang-pejuang ekonomi umat di tengah-tengah masyarakat. Dalam konteks ini, potensi jaringan Pemuda Muhammadiyah secara nasional perlu dikembangkan sehingga memiliki daya saing yang cukup tangguh dalam menggerakkan perekenomian umat. Potensi lain yang dapat dikembangkan adalah pemberdayaan institusi-institusi Islam seperti mesjid, sekolah-sekolah Islam, majlis ta’lim, dan Islamic center sebagai pusat perekonomian umat.

D. Dimensi Politik

Pemuda Muhammadiyah berpandangan bahwa agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Oleh karena itu, Pemuda Muhammadiyah menilai bahwa politik dan berpolitik bukanlah hal yang dilarang oleh agama. Dan Pemuda Muhammadiyah bukanlah organisasi apolitik. Bahkan sebaliknya, Pemuda Muhammadiyah menjadikan politik sebagai salah satu sarana dakwah yang paling efektif dalam membumikan kehendak Tuhan di muka bumi. Namun demikian, Pemuda Muhammadiyah meyakini bahwa kekuasaan politik merupakan ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia sebagaimana firman-Nya dalam surat al-An’am ayat 165 yang berbunyi:

Artinya : Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di muka bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Oleh karena kekuasaan politik merupakan bagian dari ujian Allah, maka Pemuda Muhammadiyah harus mengarahkan perjuangan politiknya bagi kepentingan Islam dan umat Islam. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemuda Muhammadiyah dituntut melakukan langkah-langkah sistematis dan strategis melalui empat strategi dan lapangan perjuangan politik yaitu: Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara.

Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara.

Ketiga, mengelola fragmentasi potensi dan kekuatan politik secara baik dan benar agar seluruh kepentingan umat Islam dapat terakomodasi secara maksimal. Bila usaha untuk mempersatukan partai-partai politik Islam di bawah satu bendera sulit dilakukan, maka hal yang paling mungkin dilakukan adalah mempersatukan politisi Islam di lembaga-lembaga legislatif mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Meskipun kenderaan politik berbeda, namun tujuan dan orientasinya haruslah tetap sama.

Keempat, pembumian nilai-nilai keislaman di jalur kultural (cultural approach). Melalui lahan ini, Pemuda Muhammadiyah memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan energi sumber daya umat sebagai basis penguatan civil society. Target akhir yang ingin dicapai adalah agar Pemuda Muhammadiyah dapat menyalurkan aspirasi politiknya secara maksimal dalam menjaga kelangsungan agama sekaligus menata kehidupan dunia (hirasat al-din wa siyasat al-dunya).

E. Dimensi Kebudayaan dan Peradaban

Melalui kalkulasi sederhana, Pemuda Muhammadiyah memandang bahwa peradaban Barat lebih maju dari peradaban Islam, antara lain dibuktikan dengan perkembangan ekonomi, teknologi, dan stabilitas kehidupan sosial-politik yang dicapai Barat. Dengan menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat fisik material, fenomena kebangkitan peradaban Barat merupakan keniscayaan.

Namun bila dikaji lebih dalam, kemajuan sains dan teknologi yang menjadi basis fundamental bangunan peradaban Barat justru telah menelantarkan dunia di ambang pintu krisis global yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Krisis global yang dihadapi umat manusia di planet ini telah menyentuh hampir seluruh dimensi kehidupan seperti bidang kesehatan, teknologi, ekonomi, politik, ekologi, dan hubungan sosial. Krisis juga melanda dimensi-dimensi intelektual, moral, dan spiritual. Anehnya, peradaban Barat ini dijadikan sebagai cermin yang harus diikuti oleh semua negara, termasuk negara-negara Islam. Inilah yang menyebabkan rapuhnya fondasi peradaban dunia secara global.

Kerapuhan fondasi peradaban Barat itu merupakan peluang besar bagi Pemuda Muhammadiyah untuk membangun peradaban alternatif yang berdimensi moral dan spiritual. Agenda utama yang harus dikedepankan antara lain membangun kesadaran eksistensial manusia yang tidak terpisahkan dari Tuhan. Keyakinan terhadap kehadiran

Tuhan dalam seluruh dimensi kehidupan akan memberikan kekuatan sekaligus kedamaian dalam hati setiap manusia yang menjadi aktor pendukung setiap kebudayaan.

Bertolak dari realitas obyektif di atas, Pemuda Muhammadiyah dituntut untuk mewujudkan peradaban Islam masa depan dengan melakukan upaya-upaya rekonstruktif melalui upaya pembumian wahyu melalui kontekstualisasi ajaran Islam. Kontekstualisasi ajaran Islam tentu saja harus dibarengi dengan upaya eksplorasi ilmu pengetahuan (scientific exploration). Di samping itu, Pemuda Muhammadiyah juga harus mengambil peran dalam upaya mencari penemuan-penemuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan (scientific discovery). Dengan ilmu pengetahuan yang berorientasi ilahiyah-lah, tatanan kebudayaan dan peradaban dunia dapat diwujudkan secara baik.

I. Penutup

Khittah perjuangan ini harus dapat mencerminkan kemandirian Pemuda Muhammadiyah dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi modern yang berorientasi masa depan. Selain itu, Khittah perjuangan ini harus menjadi variabel pengubah kultur atau budaya berorganisasi kader-kader Pemuda Muhammadiyah ke arah yang lebih baik. Agar kultur dan budaya hasanah merekat dalam setiap nadi gerakan Pemuda Muhammadiyah, maka diperlukan upaya pembumian semangat saling menasihati dalam kebaikan dan kesabaran dan saling berlomba untuk menuju cinta dan kasih sayang Allah.

Ya Ilahi anta Maqshudana, wa ridhaka mathlubana.

Anggaran Rumah tangga Pemuda Muhammadiyah

Pasal 1

ANGGOTA

1. Anggota Pemuda Muhammadiyah harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Warga Negara Indonesia yang beragama Islam

b. Laki-laki berumur 17 sampai dengan 40 tahun.

c. Menyetujui maksud dan tujuan gerakan

d. Bersedia mendukung dan melaksanakan usaha-usaha gerakan

e. Mendaftarkan diri pada Pimpinan Pemuda Muhammadiyah setempat.

2. Tata cara permintaan menjadi angota diatur sebagai berikut :

a. Mengajukan secara tertulis kepada Pimpinan Daerah dengan mengisi surat isian yang telah ditetapkan disertai kelengkapan syarat-syaratnya melalui Pimpinan Ranting atau Pimpinan Cabang.

b. Pimpinan Ranting atau Pimpinan Cabang meneruskan permintaan tersebut kepada Pimpinan Daerah dengan disertai pertimbangan.

c. Pimpinan Ranting atau Pimpinan Cabang dapat mengeluarkan Kartu Tanda Anggota sementara kepada calon anggota sebelum yang bersangkutan menerima Kartu Tanda Anggota dari Pimpinan Daerah.

d. Pimpinan Daerah memberi Kartu Tanda Anggota kepada calon yang telah disetujui melalui Pimpinan Ranting atau Pimpinan Cabang yang bersangkutan.

e. Bentuk Kartu Tanda Anggota dan Kartu Tanda Anggota Sementara ditentukan oleh Pimpinan Pusat.

3. Kewajiban Anggota

a. Taat kepada peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan serta kebijakan organisasi.

b. Menjaga dan mempertahankan kehormatan gerakan dan menjadi teladan sebagai Pemuda Muslim.

c. Membayar uang pangkal an iuran anggota.

4. Hak Anggota

a. Menyatakan usul dan pendapat kepada Pimpinan

b. Menyampaikan suara, memilih, dan dipilih dalam suatu permusyawaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Mendatangi setiap kegiatan organsisasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku

d. Membela diri dalam Musyawarah Daerah apabila diberhentikan keanggotaannya oleh Pimpinan Daerah.

5. Anggota berhenti karena :

a. Meninggal dunia

b. Usianya melebihi 40 tahun

c. Permintaan sendiri

d. Diberhentikan oleh Keputusan Pimpinan Pusat karena melanggar disiplin organisasi dan merusak nama baik gerakan.

6. Tata cara Pemberhentian Anggota :

a. Pimpinan Daerah berdasar bukti yang dapat dipertanggungjawabkan mengusulkan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Wilayah.

b. Pimpinan Wilayah setelah melakukan penelitian dan penilaian, meneruskan usulan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Pusat dengan disertai pertimbangan Pimpinan Wilayah.

c. Pimpinan Pusat setelah menerima usulan pemberhentian anggota, dapat menyetujui atau tidak menyetujui usulan pemberhentian anggota tersebut.

d. Pimpinan Daerah dapat mengeluarkan surat keputusan pemberhentian anggota setelah mendapat persetujuan Pimpinan Pusat.

e. Pimpinan Daerah selama menunggu proses pengusulan pemberhentian angota kepada Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat, dapat melakukan pemberhentian sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam) bulan

f. Anggota yang diusulkan pemberhentian keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung dapat mengajukan seurat keberatan kepada Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Pusat.

g. Musyawarah Daerah dapat mencabut kembali keputusan pemberhentian anggota oleh Pimpinan Daerah berdasar sekurang-kurangnya 2/3 jumlah suara anggota Musyawarah Daerah.

Pasal 2

RANTING

1. Ranting merupakan tempat menghimpun, mengasuh dan membimbing Amal Ibadah anggota-anggotanya serta menyalurkan usahanya, didirikan dengan Surat ketetapan Pimpinan Wilayah, atas usul sedikitnya 9 (sembilan) orang anggota di suatu tempat.

2. Permintaan mendirikan Ranting diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Wilayah atas usul Musyawarah Cabang atau permufakatan Ranting-Ranting yang bersangkutan dan tembusan disampaikan kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah setempat, dengan rekomendasi Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah.

3. Pengesahan berdiri dan luasnya ranting ditetapkan oleh Pimpinan Cabang dengan persetujuan Pimpinan Ranting Muhammadiyah setempat.

4. Pendirian suatu Ranting yang merupakan pemisahan dari Ranting yang sudah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Ranting yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Cabang/Rapat Pimpinan tingkat Cabang.

Pasal 3

C A B A N G

1. Cabang adalah tempat pembinaan dan koordinasi Ranting, didirikan dengan Surat Ketetapan Pimpinan Wilayah, atas usul sedikitnya 3 Ranting yang telah mempunyai kemampuan berusaha untuk mewujudkan maksud dan tujuan gerakan.

2. Permintaan mendirikan Cabang diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Wilayah atas usul Musyawarah Cabang atau Permufakatan Ranting-Ranting yang bersangkutan dan tembusannya disampaikan kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah setempat, dengan Rekomendasi Pimpinan Daerah Pemuda Muahammadiyah.

3. Pengesahan berdiri dan luasnya Cabang ditetapkan oleh Pimpinan Wilayah dengan tersetujuan Pimpinan Cabang Muhammadiyah setempat.

4. Pendirian suatu Cabang yang merupakan pemisahan dari Cabang yang sudah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Daerah/Rapat Pimpinan tingkat Daerah.

Pasal 4

D A E R A H

1. Daerah didirikanm oleh Pimpinan wilayah disatu daerah tingkat II atau yang setingkat, sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Cabang.

2. Permintaan mendirikan Daerah, diajukan secara tertulis kepada Pimpinan wilayah atas usul Musyawarah Daerah Muhammadiyah setemapat.

3. Pengesahan berdiri dan luasnya daerah ditetapkan Pimpinan wilayah dengan persetujuan Pimpinan Daerah Muhammadiyah setempat.

4. Pendirian suatu Daerah yang merupakan pemisahan dari Daerah yang sudah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Daerah yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah Wilayah/Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.

Pasal 5

W I L A Y A H

1. Wilayah didirikan oleh Pimpinan Pusat dissuatu propinsi atau yang setingkat, sekurang-kurangnya terdiri dari 3 Daerah.

2. Permintaan mendirikan wilayah diajukan secara tertulis kepada Pimpinan Pusat atas usul Musyawarah Wialayah atau permufakatan Daerah-daerah dan ditembuskan kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah setempat.

3. Pengesahan berdiri dan luasnya wilayah ditetapkan Pimpinan Pusat atas usul Pimpinan Wilayah Induk yang telah disetujui oleh Pimpinan Wiilayah Muhammadiyah setempat.

4. Pendirian suatu Wilayah yang merupakan pemisahan dari Wilayah yang sudah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan Wilayah yang bersangkutan atau atas keputusan Muktamar/Rapat Pimpinan tingkat Pusat.

Pasal 6

P U S A T

Pusat adalah induk gerakan yang didirikan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 26 Dzulhijjah 1350 bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1932.

Pasal 7

P I M P I N A N P U S A T

1. Pimpinan Pusat adalah pimpinan tertinggi yang memimpin gerakan pada umumnya, mentanfidzkan keputusan-keputusan Muktamar, Tanwir dan mengawasi pelaksanaannya.

2. Pimpinan Pusat membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya.

3. Pimpinan Pusat dapat menambah anggotanya sebanyak-banyaknya sejumlah anggota Pimpinan Pusat terpilih.

4. Perubahan susunan anggota Pimpinan Pusat harus melalui persetujuan Tanwir. Apabila perubahan tersebut dilaksanakan pada saat tenggang masa jabatan, maka Pimpinan Pusat wajib mempertanggungjawabkannya dalam Tanwir.

5. Pimpinan Pusat mengusulkan kepada Tanwir calon pengganti Ketua Umum apabila karena suatu hal berhenti dalam tenggang msaa jabatan. Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum Pimpinan Pusat dijabat oleh salah seorang Ketua atas keputusan Pimpinan Pusat.

6. Pimpinan Pusat dapat menetapkan peraturan khusus maupun pedoman kerja lainnya dalam rangka menjaga ketertiban dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Pasal 8

PIMPINAN WILAYAH

1. Pimpinan Wilayah menetapkan kebijakan Gerakan dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan diatasnya, Keputusan Musyawarah/Rapat Pimpinan tingkat wilayah, dan keputusan permusyawaratan diatasnya, mentanfidzkan hasil keputusan Musyawarah Wilayah dan Rapat Pimpinan tingkat Wilayah, serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya.

2. Pimpinan Wilayah membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya.

3. Pimpinan Wilayah dapat menambah anggotanya sebanyak-banyaknya sejumlah anggota Pimpinan Wilayah terpilih.

4. Perubahan susunan anggota Pimpinan Wilayah harus melalui persetujuan Rapat Pimpinan Tingkat Wilayah. Apabila perubahan tersebut dilaksanakan pada saat tenggang masa jabatan, maka Pimpinan Wilayah wajib mempertanggungjawabkannya dalam Rapat Pimpinan Tingkat Wilayah.

5. Pimpinan Wilayah mengusulkan kepada Rapat Pimpinan Tingkat Wilayah calon pengganti Ketua apabila karena suatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Pusat. Selama menunggu ketetapan Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Wilayah.

6. Pimpinan Wilayah dapat menetapkan peraturan khusus maupun pedoman kerja lainnya dalam rangka menjaga ketertiban dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Pasal 9

PIMPINAN DAERAH

1. Pimpinan Daerah menetapkan kebijakan Gerakan dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan diatasnya, Keputusan Musyawarah/Rapat Pimpinan tingkat Daerah, dan keputusan permusyawaratan diatasnya, mentanfidzkan hasil keputusan Musyawarah Daerah dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah, serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya.

2. Pimpinan Daerah membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya.

3. Pimpinan Daerah dapat menambah anggotanya sebanyak-banyaknya sejumlah anggota Pimpinan Daerah terpilih.

4. Perubahan susunan anggota Pimpinan Daerah harus melalui persetujuan Rapat Pimpinan Tingkat Daerah. Apabila perubahan tersebut dilaksanakan pada saat tenggang masa jabatan, maka Pimpinan Daerah wajib mempertanggungjawabkannya dalam Rapat Pimpinan Tingkat Daerah.

5. Pimpinan Daerah mengusulkan kepada Rapat Pimpinan Tingkat Daerah calon pengganti Ketua apabila karena suatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Wilayah. Selama menunggu ketetapan Pimpinan Wilayah, Ketua Pimpinan Daerah dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Daerah.

6. Pimpinan Daerah dapat menetapkan peraturan khusus maupun pedoman kerja lainnya dalam rangka menjaga ketertiban dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Pasal 10

P I M P I N A N C A B A N G

1. Pimpinan Cabang menetapkan kebijakan Gerakan dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan diatasnya, Keputusan Musyawarah/Rapat Pimpinan tingkat Cabang, dan keputusan permusyawaratan diatasnya, mentanfidzkan hasil keputusan Musyawarah Cabang dan Rapat Pimpinan tingkat Cabang, serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya.

2. Pimpinan Cabang membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya.

3. Pimpinan Cabang dapat menambah anggotanya sebanyak-banyaknya sejumlah anggota Pimpinan Cabang terpilih.

4. Perubahan susunan anggota Pimpinan Cabang harus melalui persetujuan Rapat Pimpinan Tingkat Cabang. Apabila perubahan tersebut dilaksanakan pada saat tenggang masa jabatan, maka Pimpinan Cabang wajib mempertanggungjawabkannya dalam Rapat Pimpinan Tingkat Cabang.

5. Pimpinan Cabang mengusulkan kepada Rapat Pimpinan Tingkat Cabang calon pengganti Ketua apabila karena suatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Daerah. Selama menunggu ketetapan Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Cabang.

6. Pimpinan Cabang dapat menetapkan peraturan khusus maupun pedoman kerja lainnya dalam rangka menjaga ketertiban dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Pasal 11

PIMPINAN RANTING

1. Pimpinan Ranting menetapkan kebijakan Gerakan dalam wilayahnya berdasarkan kebijakan Pimpinan diatasnya, Keputusan Musyawarah/Rapat Pimpinan tingkat Ranting, dan keputusan permusyawaratan diatasnya, mentanfidzkan hasil keputusan Musyawarah Ranting dan Rapat Pimpinan tingkat Ranting, serta memimpin dan mengendalikan pelaksanaannya.

2. Pimpinan Ranting membuat pedoman kerja dan pembagian wewenang bagi para anggotanya.

3. Pimpinan Ranting dapat menambah anggotanya sebanyak-banyaknya sejumlah anggota Pimpinan Ranting terpilih.

4. Perubahan susunan anggota Pimpinan Ranting harus melalui persetujuan Rapat Pimpinan Tingkat Ranting. Apabila perubahan tersebut dilaksanakan pada saat tenggang masa jabatan, maka Pimpinan Ranting wajib mempertanggungjawabkannya dalam Rapat Pimpinan Tingkat Ranting.

5. Pimpinan Ranting mengusulkan kepada Rapat Pimpinan Tingkat Ranting calon pengganti Ketua apabila karena suatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan Cabang. Selama menunggu ketetapan Pimpinan Cabang, Ketua Pimpinan Ranting dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas keputusan Pimpinan Ranting.

6. Pimpinan Ranting dapat menetapkan peraturan khusus maupun pedoman kerja lainnya dalam rangka menjaga ketertiban dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya.

Pasal 12

DEPARTEMEN, LEMBAGA DAN BIRO

1. Pimpinan Dapat membentuk departemen, lembaga/ biro sebagai pembantu pimpinan, yang jumlah dan bidangnya disesuaikan kebutuhan gerakan.

2. Tugas kewajiban departemen, lembaga/biro diatur Pimpinan Gerakan setingkat dengan berpedoman kepada peraturan yang ditetapkan Pimpinan Pusat.

Pasal 13

PERGANTIAN PIMPINAN

1. Pergantian Pimpinan Pusat dilakukan dalam Muktamar, Sedangkan pergantian Pimpinan wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Ranting dilakukan dalam musyawarah masing-masing tingkat.

2. Setiap pergantian Pimpinan harus menjamin penyegaran, regenerasi, dan jalannya roda kepemimpinan.

3. Pimpinan lama harus tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan serah terima jabatan kepada pimpinan yang baru.

4. Serah terima jabatan Pimpinan dan hak milik organisasi harus dilaksanakan selambat-lambatnya 1 bulan, setelah Muktamar/Musyawarah, dengan disaksikan pimpinan diatasnya dan atau Pimpinan Muhammadiyah setingkat.

Pasal 16

PEMILIHAN PIMPINAN

1. Syarat untuk menjadi anggota Pimpinan Gerakan.

a. Sudah menjadi anggota Pemuda Muhammadiyah sekurang-kurangnya 4 tahun atau pernah memimpin ortom setingkat

b. Sudah menjadi anggota Muhammadiyah dengan bernomor baku Muhammadiyah minimal 1 tahun.

c. Usia kurang dari 40 tahun saat pemilihan berlangsung.

d. Berjiwa Islami, dapat menjadi tauladan umat dan Gerakan.

e. Mempunyai kemampuan dan kecakapan menjalankan kepemimpinan.

f. Menyatakan kesediaan secara tertulis untuj menjadi pimpinan.

g. Setia kepada aqidah, asas dan tujuan Gerakan.

h. Tidak merangkap jabatan dengan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) lain kecuali atas izin Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.

2. Cara Pemilihan Pimpinan.

a. Pemilihan Pimpinan dilakukan dalam Muktamar/Musyawarah masing-masing tingkat dengan calon yang diajukan oleh Pimpinan setingkat dibawahnya. Khusus Pimpinan Ranting, calon diusulkan oleh anggota Ranting yang bersangkutan.

b. Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Wilayah, ketua Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, dan Ketua Pimpinan Ranting dipilih oleh anggota Muktamar/Musyawarah secara langsung dari calon yang diusulkan.

c. Muktamar/Musyawarah memilih formatur yang jumlahnya ditentukan oleh Tata Tertib Pemilihan Mukatamar/Musyawarah.

d. Formatur terpilih yang diketuai oleh Ketua Umum/Ketua terpilih bertugas menyusun Pimpinan selambat-lambatnya selesai dalam satu bulan setelah Mukatamar/Musyawarah.

3. Ketentuan penyelenggaraan Pemilihan Pimpinan.

a. Segala sesuatu tentang penyelenggaraan pemilihan pimpinan diatur dalam tata tertib pemilihan.

b. Untuk menyelenggarakan pemilihan pimpinan dibentuk panitia pemilihan.

c. Tata tertib Pemilihan dan Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan dalam Tanwir, Tata tertib Pemilihan dan dan Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daeah, Cabang, dan Ranting ditetapkan dalam Rapat Pimpinan masing-masing tingkat, paling lambat 1 (satu) tahun sebelum pemilihan berlangsung.

d. Panitia Pemilihan diangkat untuk sekali pemilihan dan dinyatakan bubar setelah pemilihan selesai.

e. Pimpinan Pusat menyusun pedoman Tata Tertib Pemilihan dan ditetapkan oleh Tanwir.

Pasal 15

MUKTAMAR

1. Mukatamar dilakukan atas undanga Pimpinan Pusat.

2. Acara Pokok Muktamar.

a. Laporan pertanggungjawaban Pimpinan Pusat tentang :

1) Kebijaksanaan pimpinan.

2) Organisasi dan keuangan.

3) Pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan Tanwir.

b. Penyusunan Garis-garis Besar Haluan Gerakan untuk dilaksanakan satu periode kepemimpinan berikutnya.

c. Pemilihan dan penetapan Ketua Umum dan formatur Pimpinan Pusat.

3. Pimpinan Pusat bertanggung jawab atas penyelenggaraan Muktamar.

4. Isi dan susunan acara Muktamar ditetapkan Pimpinan Pusat dengan memperhatikan Keputusan Tanwir.

5. Undangan dan ketentuan-ketentuan umum Muktamar harus sudah dikirimkan 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan Muktamar.

6. Peserta Muktamar.

a. Anggota Muktamar yang terdiri dari :

1) Anggota Pimpinan Pusat.

2) Ketua dan 3 orang Pimpinan Wilayah.

3) Ketua Pimpinan Daerah.

4) Wakil-wakil Daerah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang berdasarkan atas perimbangan jumlah Cabang dalam Daerah yang ketentuannya diatur oleh Pimpinan Pusat.

b. Wakil dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

c. Undangan Pimpinan Pusat.

7. Hak berbicara berbicara dan hak suara.

a. Setiap anggota Muktamar berhak menyatakan pendapatnya dan berhak satu suara.

b. Selain anggota Muktamar yang menjadi perserta, berhak menyatakan pendapat tetapi tidak mempunyai hak suara.

8. Muktamar dinyatakan sah dan berhak mengambil keputusan dengan tidak memandang jumlah yang hadir asalkan Pimpinan Pusat telah menyampaikan undangan secara sah kepada anggota Muktamar.

9. Keputusan-keputusan Muktamar mulai berlaku setelah ditanfidzkan Pimpinan Pusat dan berlaku sampai ada berubahan atau pembatalan oleh keputusan Muktamar berikutnya.

10. Selambat-lambatnya 3 bulan Pimpinan Pusat harus sudah mentanfidzkan keputusan Muktamar tersebut dan mengumumkan kepada anggota gerakan.

11. Ketentuan tentang pelaksanan dan tata-tertib Muktamar diatur Pimpinan Pusat.

12. Pada waktu berlangsungnya Muktamar dapat diadakan pertemuan dan kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan Gerakan pada umumnya selama tidak menyalahi aqidah, asas dan tujuan Gerakan.

Pasal 16

MUKTAMAR LUAR BIASA

1. Muktamar Luar Biasa dilakukan untuk membicarakan masalah-maalah yang sifatnya luar biasa yang bukan menjadi wewenang Tanwir, sedangkan waktunya tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsunya Muktamar Biasa.

2. Muktamar Luar Biasa dihadliri Anggota Muktamar dan wakil Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pasal 17

T A N W I R

1. Tanwir diadakan atas undangan Pimpinan Pusat sedikitnya setahun sekali atau permintaan 2/3 anggota Tanwir di luar anggota Pimpinan Pusat.

2. Acara pokok Tanwir.

a. Laporan Pimpinan Pusat

b. Masalah penting yang menyangkut masalah kepentingan gerakan, sedangkan waktunya tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Muktamar.

c. Masalah-masalah yang oleh Muktamar atau menurut Anggaran Dasar dan Anggaran rumah tangga diserahkan sidang Tanwir.

d. Acara pokok yang akan diajukan dalam Muktamar serta masalah-masalah yang menyangkut dengan penyelenggaraan Muktamar.

3. Pimpinan Pusat bertanggung jawab atas penyelenggaraan Tanwir.

4. Isi dan susunan acara ditentukan Pimpinan dan diserahkan kepada anggota Tanwir.

5. Undangan, dan ketentuan Tanwir selambat-lambatnya satu bulan sebelumnya dikirim oleh Pimpinan Pusat kepada Anggota Tanwir.

6. Peserta Tanwir.

a. Anggota Tanwir yang terdiri:

1) Anggota Pimpinan Pusat.

2) Ketua dan 2 orang anggota Pimpinan wilayah.

b. Wakil dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

c. Undangan Pimpinan Pusat.

7. Ketentuan tentang hak suara dan sahnya Tanwir sebagaimana ketentuan Muktamar.

8. Keputusan-keputusan Tanwir mulai berlaku setelah ditanfidzkan Pimpinan Pusat dan tetap berlaku sampai diubah atau dibatalkan oleh Keputusan Tanwir atau Muktamar berikutnya.

9. Sealambat-lambatnya 1 bulan seterlah Tanwir, Pimpinan Pusat harus sudah mentanfidzkan keputusan-keputusan Tanwir tersebut dan mewngumumkan kepada anggota gerakan.

10. Ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan tata tertib Tanwir diatur Pimpinan Pusat.

11. Pada waktu berlangsungnya Tanwir dapat diadakan pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengsan kepentingan gerakan pada umumnya selama tidak menyalahi aqidah, asas dan tujuan gerakan.

Pasal 18

MUSYAWARAH WILAYAH

1. Musyawarah wilayah diadakan atas undangan Pimpinan wilayah.

2. Acara pokok Musyawarah Wilkayah :

a. Laporan pertanggung jawaban Pimpinan Wilayah tentang :

1) Kebijaksanaan Pimpinan wilayah.

2) Organisasi dan keuangan.

3) Pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar, Tanwir, Instruksi Pimpinan Wialayah dan Keputusan Musyawarah Wilayah serta Rapat Pimpinan tingkat Wilayah.

b. Penyusunan program kerja Gerakan untuk dilaksanakan satu periode kepemimpinan berikutnya.

c. Pemilihan Ketua dan formatur Pimpinan Wilayah periode berikutnya.

3. Pimpinan Wilayah bertanggung jawab atas penyelenggaraan Musyawarah Wilayah.

4. Isi dan susunan Musyawarah Wilayah ditetapkan Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan Pusat berhak menambah, dan mengurangi dan mengubah acara tersebut, atas dasar kepentingan Gerakan.

5. Undangan dan ketentuan-ketentuan umum Musyawarah Wilayah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan Musyawarah Wilayah telah dikirimkan kepada anggota musyawarah.

6. Peserta Musyawarah wilayah :

a. Anggota Musyawarah Wilayah yang terdiri dari :

1) Anggota Pimpinan wilayah.

2) Ketua dan 3 orang Pimpinan Daerah.

3) Ketua dan 1 (satu) orang Pimpinan Cabang.

b. Wakil dari Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah.

c. Wakil dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.

d. Undangan Pimpinan wilayah.

7. Ketentuan tentang hak suara dan sahnya keputusan Musyawarah Wilayah sebagaimana ketentuan Muktamar.

8. Tata tertib Musyawarah Wilayah dan ditetapkan oleh Musyawarah Wilayah.

9. Keputusan-keputusan Musyawarah Wilayah mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Wilayah dan tetap berlaku sampai ada perubahan atau pembatalan oleh keputusan Musyawarah Wilayah berikutnya atau keputusan permusyawaratan di atasnya, atau keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah setemapat.

10. Selambat-lambatnya 1 bulan Pimpinan Wilayah harus sudah mentanfidzkan dan melaporkan keputusan-keputusannya kepada Pimpinan Pusat dengan tembusan kepada Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan apabila dalam waktu 1 bulan tidak ada penelitian atau perubahan, maka keputusan tersebut dianggap telah disahkan.

11. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Wilayah dapat diadakan pertemuan-pertemuan atau kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan Gerakan pada umumnya selama tidak menyalahi aqidah, asas dan tujuan Gerakan.

Pasal 19

MUSYAWARAH DAERAH

1. Musyawarah Daerah diadakan atas undangan Pimpinan Daerah.

2. Acara pokok Musyawarah Daerah :

a. Laporan pertanggung jawaban Pimpinan Daerah tentang :

1) Kebijaksanaan Pimpinan Daerah.

2) Organisasi dan keuangan.

3) Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Daerah dan Rapat Pimpinan tingkat Daerah, serta Keputusan permusyawaratan dan Instruksi Pimpinan di atasnya.

b. Penyusunan program kerja Gerakan untuk dilaksanakan satu periode kepemimpinan berikutnya.

c. Pemilihan Ketua dan formatur Pimpinan Daerah periode berikutnya.

3. Pimpinan Daerah bertanggung jawab atas penyelenggaraan Musyawarah Daerah.

4. Isi dan susunan Musyawarah Daerah ditetapkan Pimpinan Daerah, dan disahkan oleh Musyawarah Daerah serta Pimpinan di atasnya berhak menambah, dan mengurangi dan mengubah acara tersebut, atas dasar kepentingan Gerakan.

5. Undangan dan ketentuan-ketentuan umum Musyawarah Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan Musyawarah Daerah telah dikirimkan kepada anggota musyawarah.

6. Peserta Musyawarah Daerah :

a. Anggota Musyawarah Daerah yang terdiri dari :

1) Anggota Pimpinan Daerah.

2) Ketua dan 3 orang Pimpinan Cabang.

3) Ketua dan 1 (satu) orang Pimpinan Ranting.

b. Wakil dari Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah.

c. Wakil dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah.

d. Undangan Pimpinan Daerah.

7. Ketentuan tentang hak suara dan sahnya keputusan Musyawarah Daerah sebagaimana ketentuan Muktamar.

8. Tata tertib Musyawarah Daerah dan ditetapkan oleh Musyawarah Daerah.

9. Keputusan-keputusan Musyawarah Daerah mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Daerah dan tetap berlaku sampai ada perubahan atau pembatalan oleh keputusan Musyawarah Daerah berikutnya atau keputusan permusyawaratan di atasnya, atau keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah setemapat.

10. Selambat-lambatnya 1 bulan Pimpinan Daerah harus sudah mentanfidzkan dan melaporkan keputusan-keputusannya kepada Pimpinan Wilayah dengan tembusan kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan apabila dalam waktu 1 bulan tidak ada penelitian atau perubahan, maka keputusan tersebut dianggap telah disahkan.

11. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Daerah dapat diadakan pertemuan-pertemuan atau kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan Gerakan pada umumnya selama tidak menyalahi aqidah, asas dan tujuan Gerakan.

Pasal 20

MUSYAWARAH CABANG

1. Musyawarah Cabang diadakan atas undangan Pimpinan Cabang.

2. Acara pokok Musyawarah Cabang :

a. Laporan pertanggung jawaban Pimpinan Cabang tentang :

1) Kebijaksanaan Pimpinan Cabang.

2) Organisasi dan keuangan.

3) Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Cabang dan Rapat Pimpinan tingkat Cabang, serta keputusan permusyawaratan dan dan Instruksi Pimpinan di atasnya.

b. Penyusunan program kerja Gerakan untuk dilaksanakan satu periode kepemimpinan berikutnya.

c. Pemilihan Ketua dan formatur Pimpinan Cabang periode berikutnya.

3. Pimpinan Cabang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Musyawarah Cabang.

4. Isi dan susunan Musyawarah Cabang ditetapkan Pimpinan Cabang, dan disahkan oleh Musyawarah Cabang serta Pimpinan di atasnya berhak menambah, dan mengurangi dan mengubah acara tersebut, atas dasar kepentingan Gerakan.

5. Undangan dan ketentuan-ketentuan umum Musyawarah Cabang selambat-lambatnya 1 minggu sebelum pelaksanaan Musyawarah Cabang telah dikirimkan kepada anggota musyawarah.

6. Peserta Musyawarah Cabang :

a. Anggota Musyawarah Cabang yang terdiri dari :

1) Anggota Pimpinan Cabang.

2) Ketua dan 5 orang Pimpinan Ranting.

b. Wakil dari Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah.

c. Wakil dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah.

d. Undangan Pimpinan Cabang.

7. Ketentuan tentang hak suara dan sahnya keputusan Musyawarah Cabang sebagaimana ketentuan Muktamar.

8. Tata tertib Musyawarah Cabang dan ditetapkan oleh Musyawarah Cabang.

9. Keputusan-keputusan Musyawarah Cabang mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang dan tetap berlaku sampai ada perubahan atau pembatalan oleh keputusan Musyawarah Cabang berikutnya atau keputusan permusyawaratan di atasnya, atau keputusan Pimpinan Cabang Muhammadiyah setemapat.

10. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Musyawarah, Pimpinan Cabang harus sudah mentanfidzkan dan melaporkan keputusan-keputusannya kepada Pimpinan Daerah dengan tembusan kepada Pimpinan Cabang Muhammadiyah dan apabila dalam waktu 1 bulan tidak ada penelitian atau perubahan, maka keputusan tersebut dianggap telah disahkan.

11. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Cabang dapat diadakan pertemuan-pertemuan atau kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan Gerakan pada umumnya selama tidak menyalahi aqidah, asas dan tujuan Gerakan.

Pasal 21

MUSYAWARAH RANTING

1. Musyawarah Ranting diadakan atas undangan Pimpinan Ranting.

2. Acara pokok Musyawarah Ranting :

a. Laporan pertanggung jawaban Pimpinan Ranting tentang :

1) Kebijaksanaan Pimpinan Ranting.

2) Organisasi dan keuangan.

3) Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah Ranting, Keputusan dan Instruksi Pimpinan di atasnya.

b. Penyusunan program kerja Gerakan untuk dilaksanakan satu periode kepemimpinan berikutnya.

c. Pemilihan Ketua dan formatur Pimpinan Ranting periode berikutnya.

3. Pimpinan Ranting bertanggung jawab atas penyelenggaraan Musyawarah Ranting.

4. Isi dan susunan Musyawarah Ranting ditetapkan Pimpinan Ranting, dan disahkan oleh Musyawarah Ranting serta Pimpinan di atasnya berhak menambah, dan mengurangi dan mengubah acara tersebut, atas dasar kepentingan Gerakan.

5. Undangan dan ketentuan-ketentuan umum Musyawarah Ranting selambat-lambatnya 1 minggu sebelum pelaksanaan Musyawarah Ranting telah dikirimkan kepada anggota musyawarah.

6. Peserta Musyawarah Ranting:

a. Anggota Musyawarah Ranting yang terdiri dari :

1) Anggota Pimpinan Ranting.

2) Semua Anggota Pemuda Muhammadiyah Ranting yang bersangkutan.

b. Wakil Pimpinan Cabang.

c. Wakil dari Pimpinan Muhammadiyah setempat.

d. Undangan Pimpinan Ranting.

7. Ketentuan tentang hak suara dan sahnya keputusan Musyawarah Ranting sebagaimana ketentuan Muktamar.

8. Tata tertib Musyawarah Ranting dan ditetapkan oleh Musyawarah Ranting.

9. Keputusan-keputusan Musyawarah Ranting mulai berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Ranting, dan tetap berlaku sampai ada perubahan atau pembatalan oleh keputusan Musyawarah Ranting berikutnya atau keputusan permusyawaratan di atasnya, atau oleh keputusan Pimpinan Ranting Muhammadiyah setemapat.

10. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Musyawarah, Pimpinan Ranting harus sudah mentanfidzkan dan melaporkan keputusan-keputusannya kepada Pimpinan Cabang dengan tembusan kepada Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan apabila dalam waktu 1 bulan tidak ada penelitian atau perubahan, maka keputusan tersebut dianggap telah disahkan.

11. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Ranting dapat diadakan pertemuan-pertemuan atau kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan Gerakan pada umumnya selama tidak menyalahi aqidah, asas dan tujuan Gerakan.

Pasal 22

RAPAT PIMPINAN

1. Rapat Pimpinan adalah permusyawaratan dalam gerakan pada tingkat Wilayah sampai dengan ranting yang berkedudukan dibawah Musyawarah masing-masing tingkatan yang diadakan oleh dan atas tanggungjawab Pimpinan masing-masing tingkatan untuk membicarakan dan atau memutuskan kebijakan organisasi.

2. Rapat Pimpinan membicarakan pelaksanaan Keputusan Muktamar atau Musyawarah setingkat dan menjabarkan program kerja dalam jangka waktu tertentu serta pendekatan kepada masalah yang berhubungan dengan kesempurnaan tugasnya.

3. Pelaksanaan Rapat Pimpinan.

a. Tingkat Wilayah dilaksanakan Pimpinan Wilayah yang dihadiri:

1. Anggota Rapat Pimpinan Wilayah yang terdiri dari anggota Pimpinan Wilayah dan Ketua beserta 3 orang Pimpina Daerah.

2. Undangan Pimpinan Wilayah.

b. Tingkat Daerah dilaksanakan Pimpinan Daerah yang dihadiri:

1. Anggota Rapat Pimpinan Daerah yang terdiri dari anggota Pimpinan Daerah dan Ketua beserta 3 orang Pimpinan Cabang.

2. Undangan Pimpinan Daerah.

c. Tingkat Cabang dilaksanakan Pimpinan Cabang yang dihadiri:

1. Anggota Rapat Pimpinan Cabang yang terdiri dari anggota Pimpinan Cabang dan Ketua beserta 3 orang Pimpina Ranting.

2. Undangan Pimpinan Wilayah.

d. Tingkat Ranting dilaksanakan Pimpinan Ranting yang dihadiri:

1. Anggota Rapat Pimpinan Ranting yang terdiri dari anggota Pimpinan Ranting dan seluruh anggota Pemuda Muhammadiyah dalam Ranting yang bersangkutan.

2. Undangan Pimpinan Wilayah.

4. Undangan Rapat Pimpinan selambat-lambatnya 2 minggu sebelum pelaksanaan Rapat Pimpinan telah dikirimkan kepada anggota Rapat Pimpinan.

5. Acara Rapat Pimpinan :

a. Laporan Kebijaksanaan Pimpinan

b. Masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai berlangsungnya Musyawarah

c. Masalah yang oleh Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, atau menurut Musyawarah diserahkan kepada Rapat Pimpinan.

d. Masalah yang akan dibicarakan dalam Musyawarah, sebagai pendahuluan.

e. Usul-usul

6. Rapat Pimpinan pada masing-masing tingkatan diadakan sekurang-kurangnya satu kali dalam satu periode masa jabatan.

7. Setiap Anggota Rapat Pimpinan berhak menyatakan pendapatnya dan berhak satu suara, undangan berhak menyatakan pendapatnya tetapi tidak mempunyai hak suara.

8. Tata tertib Rapat Pimpinan dibuat oleh Pimpinan Pelaksana Rapat Pimpinan dan ditetapkan oleh Rapat Pimpinan.

9. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Musyawarah, Pimpinan Ranting harus sudah mentanfidzkan dan melaporkan keputusan-keputusannya kepada Pimpinan Cabang dengan tembusan kepada Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan apabila dalam waktu 1 bulan tidak ada penelitian atau perubahan, maka keputusan tersebut dianggap telah disahkan.

10. Pada waktu berlangsungnya Musyawarah Ranting dapat diadakan pertemuan-pertemuan atau kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan Gerakan pada umumnya selama tidak menyalahi aqidah, asas dan tujuan Gerakan.

Pasal 23

R A P A T K E R J A

1. Rapat kerja adalah rapat yang menbicarakan tentang teknis pelaksanaan program dan merupakan penjabaran dari keputusan Rapat Pimpinan.

2. Rapat Kerja ditingkat Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan ranting dilaksanakan atas undangan masing-masing tingkat pimpinan dan dihadlirin oleh semua anggota Pimpinan setingkat.

3. Rapat Kerja dialaksanakan sewaktu-waktu apabila dianggap perlu, sekurang-kurang setahun sekali.

4. Tata tertib Rapat Kerja ditentukan oleh Pimpinan setingkat.

5. Keputusan Rapat Kerja merupakan landasan pelaksanaan program.

Pasal 24

KEPUTUSAN PERMUSYAWARATAN

1. Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawatrah Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, Musyawarah Ranting dan Rapat Pimpinan serta rapat Kerja diusahakan dengan suara bulat.

2. Apabila dilakukan pemungutan suara, maka keputusan diambil melalui suara terbanyak mutlak yakni separuh lebih satu dari yang berhak.

3. Pemungutan suara mengenal perorangan atau masalah yang sangat penting dilakukan secara tertulis dan rahasia.

4. Apabila dalam pemungutan suara terdapat jumlah suara sama banyaknya, maka pemungutan suara dapat dilakukan sebanyak tiga kali, dan apabila masih tetap tidak memenuhi syarat untuk mengambil keputusan, maka setelah dilakukan lobying pembicaraan dihentikan tanpa mengambil keputusan.

5. apabila suatu keputusan telah diambil menurut peraturan yang berlaku dalam Pemuda Muhammadiyah, maka segenap anggota masing-masing wajib meneriama keputusan dengan hati ikhlas dan tawakal kepada Allah Yang Maha Bijaksana.

Pasal 25

L A P O R A N T A H U N A N

1. Semua tingkat pimpinan berkewajiban membuat laporan tahunan masing-masing, gerakan.

2. Laporan Pimpinan Pusat diumumkan lewat Berita Bersi yang kemudian dipertanggung jawabkan dalam Muktamar.

3. Laporan tahunan Pimpinan wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Rabting disampaikan dan dipertanggungjawabkan dalam Rapat Pimpinan di tingkat masing-masing.

Pasal 26

KEUANGAN

1. Keuangan Gerakan dibiayai bersama oleh Pimpinan Ranting, Pimpinan Cabang, Pimpinan Daerah, Pimpinan wilayah, dan Pimpinan Pusat.

2. Kepentingan-kepentingan setempat dibiayai oleh gerakan masing-masing yang bersangkutan menurut keputusan Rapat ditingkat pimpinan setempat.

3. Jumlah uang pangkal dan uang iuran anggota ditentukan Pimpinan Wilayah.

4. Masing-masing tingkat pimpinan mempunyai kas sendiri.

5. Pemeriksaan Keuangan.

a. Tiap tahun masing-masing tingkat pimpinan mengadakan pemeriksaan kasnya.

b. Ketentuan tentang pemeriksaan kas diatur oleh peraturan khusus yang dibuat dan ditetapkan Pimpinan Pusat.

c. Hasil pemeriksaan kas Pimpinan Pusat dipertanggungjawapkan dalam Muktamar, untuk Pimpinan wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Ranting dipertanggungjawabkan dalam musyawarah masing-masing.

Pasal 27

KETENTUAN – KETENTUAN LAIN

1. Perhitungan tahun dimulai 1 Muharram dan berakhir Dzulhijjah

2. Perhitungan Milad Pemuda Muhammadiyah ditetapkan tanggal 26 Dzulhijjah

3. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.

4. Anggaran Rumah Tangga ini digunakan sebagai pengganti Anggaran Rumah Tangga sebelumnya.

Ditetapkan di: Samarinda

16 Jumadil Akhir 1427 H

Pada tanggal : ———————————

12 J u l i 2006 M